Kalimantan Timur
Beber Keberhasilan Program FCPF CF di PBB, Gubernur Ajak Negara Maju Berkontribusi Selamatkan Bumi

Foto Istimewa

JENEWA – Kalimantan Timur terus berjuang menarik dukungan internasional dalam upaya penurunan emisi, menahan laju pemanasan global dan mencegah perubahan iklim dunia yang  semakin ekstrem.    

Seruan untuk penyelamatan bumi itu dilontarkan Gubernur Isran Noor saat didaulat menjadi keynote speaker dalam forum Mobilization of Climate Finance For Accelerating Climate Actions yang digagas Permanent Mission of The Republic of Indonesia Geneva dan United Nations The Joint SDG Fund di Palais des Nations Building E Room XXII, United Nations, Jenewa, Swiss, Selasa (5/9/2023).

Gubernur Isran Noor mengajak negara-negara maju dan lembaga-lembaga internasional untuk ikut berkontribusi dalam langkah-langkah penyelamatan bumi dari kekeringan, panas dan cuaca yang semakin ekstrem. 

“Kami yakin dengan dukungan negara-negara maju dan terwujudnya kolaborasi bersama lembaga-lembaga international akan meningkatkan kinerja penurunan emisi di Kalimantan Timur. Pun secara konkret memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan bagi masyarakat Kaltim, Indonesia dan penduduk dunia,” papar Gubernur. 

Di hadapan perwakilan diplomatik negara-negara sahabat dan lembaga internasional, Gubernur Isran Noor mengurai  secara gamblang kisah sukses pelaksanaan Program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF CF) di Benua Etam, Kalimantan Timur. 

Gubernur menguraikan implementasi Program FCPF tidak dapat dipisahkan dari komitmen dan konsistensi penerapan prinsip green economy yang diinternalisasikan ke dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kaltim 2008-2013, bahkan konsisten dilanjutkan hingga  dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2024-2026.

Setelah menempatkan komitmen pembangunan hijau berkelanjutan dalam RPJMD, tahun 2010 Kaltim mengampanyekan Program Kaltim Hijau atau lebih dikenal dengan Kaltim Green.  

Tahun 2016 dipertegas lagi dengan pencanangan Program Green Growth Compact (GGC) melibatkan komitmen seluruh stakeholder di Kaltim. Kemudian melakukan persiapan Program FCPF CF. Selanjutnya deklarasi perkebunan berkelanjutan hingga terbit Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perkebunan Berkelanjutan dan Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 34 Tahun 2018 tentang Implementasi Perhutanan Sosial. 

“Ini adalah beberapa bukti bagaimana konsep ekonomi hijau diimplementasikan pada usaha sektoral,” kata Gubernur.

Dalam rangka menjamin keberlanjutan komitmen dan konsistensi dalam penurunan emisi dan ikut berperan aktif dalam isu perubahan iklim. 

Pada 2019 diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. 

Peraturan tersebut berisi panduan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan menyediakan acuan untuk administrasi perencanaan pembangunan selanjutnya.

“Kalimantan Timur adalah provinsi pertama di Indonesia, bahkan Asia Fasifik yang dinilai berhasil melaksanakan program kemitraan Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund sebagai upaya mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang dengan skema pembayaran berbasis kinerja,” paparnya. 

Lebih jauh dijelaskan, keberhasilan Kalimantan Timur hingga mendapatkan pembayaran dimuka  sebesar USD 20,9 juta pada November 2022 merupakan hasil dari proses yang panjang. Dimulai pada 2011 – 2016 Kaltim mendapatkan readiness fund sebesar USD 3,6 juta untuk fase persiapan perangkat REDD+ dan kelembagaan, dan mendapat dana tambahan sebesar  USD 5 juta untuk periode 2017-2020 yang dialokasikan untuk menyelesaikan seluruh dokumen perangkat REDD+ (FREL, ERPD, Safeguard Document, FPIC, BSP, Kelembagaan MMR, ERPA).

Proses persiapan ini berlangsung lumayan lama lantaran hingga implementasi Program FCPF ini belum ada panduan dan pengalaman dari daerah lain yang dapat dijadikan acuan. Sehingga Kalimantan Timur mencari bentuk dan mekanisme sendiri yang disepakati dengan World Bank atau Bank Dunia.

Berdasarkan Letter of lntent (Lol) FCPF antara Pemerintah RI dan World Bank yang ditandatangani pada 20 September 2017, disepakati volume kontrak penurunan emisi dengan skema result based payment (RBP) sebesar 22 juta ton CO2eq dengan harga per ton USD 5.

Proses selanjutnya tahapan untuk menyusun dan menyepakati dokumen yang dipersyaratkan. Dimana  Emissions Reduction Program Document (ERPD) Provinsi Kalimantan Timur telah dibahas dan disetujui tanggal 5–7 Februari 2019 di Washington DC, Amerika Serikat. Menyusul 25 November 2020 dokumen Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA) ditandatangani.

 

Memastikan kelancaran semua mekanisme, proses persiapan dan implementasi FCPF-CF telah dibentuk Tim Tingkat Nasional dan Tingkat Provinsi Kaltim untuk untuk Pengelolaan Program Penurunan Emisi GRK dalam kerangka FCPF, termasuk perangkat MMR (Measurement, Monitoring & Reporting), Safeguards, Benefit Sharing Mechanism dan Pengelolaan Implementasi.

“Target Penurunan Emisi berdasarkan kontrak adalah 22 juta ton CO2eq dengan total RBP USD 110 juta,” tambahnya.

Implementasi program penurunan emisi dari 2020 – 2024 ini terbagi dalam tiga tahap. RBP 1 tahun 2021 sebesar USD 25 juta untuk target penurunan emisi 5 juta ton CO2eqeq (ER 1 : 2019 – 2020).

RBP 2 tahun 2023 sebesar USD 40 juta untuk target penurunan emisi 8 juta ton CO2eq (ER 2 : 2021 – 2022). RBP 3 tahun 2025 sebesar USD 45 Juta untuk target penurunan emisi senilai USD 45 juta untuk target penurunan emisi 9 juta ton CO2eq (ER 3 : 2023 – 2024).

Pada 10 Oktober 2022 Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Provinsi Kaltim mendapatkan advance payment dari program penurunan emisi periode pertama penurunan emisi periode pertama sebesar sebesar USD 20,9 juta atau setara 4,1 ton CO2eq. Sisa untuk kelebihan penurunan emisi sebanyak  17,8 juta ton CO2eq pada periode tersebut akan diberikan apabila proses verifikasi dan validasi telah selesai dilaksanakan.

Pemerintah Indonesia telah menyampaikan laporan ERMR-1 (26 Agustus 2022) dengan total capaian pengurangan emisi sebesar 31,9 juta ton CO2eq (periode 1 Juli 2019 – 31 Desember 2020). Sedangkan target total pengurangan emisi yang tercantum pada dokumen ERPA adalah sebesar 22 Juta ton CO2eq untuk periode 18 Juni 2019 – 31 Desember 2024. 

“Saat ini ERMR-1 masih dalam proses Audit oleh AENOR dan sedang disiapkan laporan final verifikasi dan validasi oleh AENOR,” sambung Gubernur.

Sementara soal skema pembagian manfaat penurunan emisi Program FCPF CF mengacu pada dokumen benefit sharing plan dan benefit sharing mechanism yang disepakati sebelumnya dimana dana yang diterima dibagi berdasarkan komponen responsibility sebesar 25%, komponen performance sebesar 65% dan komponen reward sebesar 10 %.

 

Secara khusus alokasi manfaat dari komponen reward untuk masyarakat desa dan masyarakat adat dialokasikan sebesar 10%. Dimana pengelolaan termasuk penyaluran dana dilakukan oleh lembaga perantara subnasional kepada masyarakat hukum adat dan yang telah memperoleh pengakuan serta desa/kampung/kelurahan yang melakukan perlindungan kawasan berhutan.

Meski nantinya Program  FCPF berakhir, Gubernur Isran Noor menegaskan upaya penurunan emisi akan terus dilanjutkan untuk mendukung percepatan penerapan green economy dan transformasi ekonomi di Kalimantan Timur.

Pembelajaran dari pengimplementasian FCPF akan diarahkan untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi Program REDD+ ke depan dengan membuka peluang direplikasi daerah lain, serta untuk memperluas dan memperkuat kolaborasi implementasi pembangunan hijau di Kalimantan Timur.

“Komitmen rakyat Kalimantan Timur, ada atau tidak ada program FCPF, hutan akan terus dijaga dengan selalu menjaga keseimbangan ekologi dan kemanfaatan secara ekonomi. Inilah kontribusi besar Kalimantan Timur untuk dunia, karena Kalimantan Timur adalah bagian dari paru-paru dunia,” tutup Gubernur. (sul/ky/adpimprov kaltim)

Berita Terkait
Government Public Relation