Kunjungan Kerja BLH dan TNC Kaltim ke Kabupaten Berau (5-habis)
Setelah makan siang jajaran BLH dan TNC Kaltim bergeser ke Kampung Teluk Sulaiman yang masih bagian dari Kecamatan Biduk-Biduk. Menuju Kawasan Sigending rombongan harus menunggu air laut pasang, yakni sekitar pukul 12.00 waktu setempat.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit dari Jembatan Labuan Cermin, dua kendaraan roda empat rombongan sampai ke ujung jalan beraspal Kampung Teluk Sulaiman yang terdapat pelabuhan tempat bertambatnya sejumlah kapal kelotok yang siap mengantar pengunjung untuk sekedar mancing atau menikmati indahnya hutan mangrove dan padang lamun di dasar laut.
Sebelum memasuki dermaga, nampak deretan kendaraan roda empat terparkir rapi. Jika melihat plat nomor polisi, kendaraan tersebut berasal dari Balikpapan, Samarinda, Kutai Timur dan Tanjung Redeb.
Sekretaris Kampung Teluk Sulaiman, Risno Kiay yang bergabung dalam rombongan mengatakan sejumlah kendaraan tersebut adalah milik penghobi mancing yang mencoba peruntungan kuatnya tarikan ikan di laut kawasan tersebut. Setiap perahu berkapasitas 5-10 bisa disewa pemancing dengan kisaran Rp800 ribu untuk mengantar ke lokasi pemancingan
“Setiap hari tidak kurang 10-20 pemancing datang ke daerah itu untuk mencoba kuatnya tarikan ikan di perairan yang kaya dengan ikan berukuran besar, salah satunya jenis tuna,” kata Risno.
Benar juga sembari bersiap menuju kapal kelotok yang akan membawa kami menuju kawasan Sigending, bertambat sebuah kapal kelotok yang disewa beberapa pemacing. Dari hasil perburuan semalam, nampak lima ekor tuna berbobot rata-rata diatas 40 kilogram, diangkat dari perahu.
“Luar bisa kekayaan alam kita dan ini harus kita jaga, sebagai asset yang tidak ternilai untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Kepala BLH Kaltim, Riza Indra Riadi, sembari duduk di atas kapal kelotok yang siap membawa rombongan ke lokasi.
Kapal kelotok yang kami tumpangi mulai bergerak. Suara mesin begitu keras hingga memekakan telinga, membuat sebagian rombongan menjauh dari mesin dan sebagian lagi menutup telinga dengan handuk.
Setelah 15 menit, kapal yang kami tumpangi memasuki celah yang di kanan dan kiri mulai terlihat kawasan hutan Mangrove. Semakin ke dalam hamparan hutan mangrove kian rapat dan kian memesona karena sebelum hutan mangrove tampak berdiri kokoh hutan bukit karst dengan pepohonan yang juga masih rimbun.
Inilah kawasan yang disebut warga setempat Pulau Sigending. Motoris kapal memperlabat laju perahu, sehingga kami semua dapat menikmati indahnya rimbunan hutan mangrove, bahkan sebagian nampak membentuk taman indah di tengah laut, seolah ditata oleh tukang taman profesional. Sangat mengagumkan.
Sementara itu, di atas pepohonan mangrove nampak beberapa ekor bakantan bercengkrama, burung-burung nampak ceria beterbangan diantara dahan mangrove. Bukan itu saja, di bawah permukaan air juga terlihat beberapa kawanan ikan berenang diantara bebatuan karang. Sesekali juga terlihat beberapa ekor penyu berenang. Sebuah pemandangan luar biasa.
Kapal terus berjalan, pandangan di bawah permukaan air kian beragam, selain bebatuan karang, padang lamun yang sangat luas, memperlihatkan tumbuhan rumputan dalam air yang menari-nari diterpa ombak.
Puas menikmati keindahan kawasan Sigending, Perahu kembali melaju menuju Pulau Kaniungan yang nampak dari kejauhan. Setelah sekitar 25 menit, perahu merapat di pinggir Pulau Kaniungan yang berpasir putih dan banyak ditumbuhi pohon kelapa, yang sebagian menjuntai ke tepi laut.
Sembari menikmati indahnya pantai di Pulau Kaniungan, Risno Kiay menjelaskan, warga Kampung Teluk Sulaiman minta agar Kawasan Sigending dilindungi, sekaligus dikembangkan sebagai lokasi ekowisata.
Berkaitan dengan hal itu, melalui bimbingan jajaran BLH dan TNC Kaltim, saat ini sedang membuat pemetaan kawasan yang luasnya mencapai 1.100 hektare, untuk melengkapi usulan ke Pemkab Berau. “Bapak Bupati menyambut baik rencana tersebut dan kini sedang menunggu pemetaan yang kami buat dan targetnya akhir tahun ini sudah kami serahkan,” kata Risno.
Kawasan Sigending merupakan perpaduan hutan karst kemudian hutan mangrove dan padang lamun yang menyimpan kekayaan alam luar biasa, sehingga perlu perlindungan. Karena bila salah satu kawasan dirusak, bisa berdampak pada kawasan lain.
Kawasan tersebut, menjadi tepat habitat berbagai jenis burung, bekantan dan tempat berlindung serta bertelurnya berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya, termasuk lokasi penyu mencari makan.
Pada saat musim gelombang tinggi, kawasan ini sangat berarti bagi warga Teluk Sulaiman yang 60 persen penduduknya adalah nelayan. Pada Bulan Januari dan Pebruari merupakan musim gelombang tinggi sehingga nelayan tidak bisa melaut. Sementara banyak ikan dan biota laut lainnya berlindung di Kawasan Sigending, sehingga menjadi daerah tanggkapan menjanjikan.
“Jika kawasan ini kita lindungi dan lestarikan, nelayan kami tidak akan kehilangan mata pencaharian, meskipun pada musim gelombang besar,” kata Risno Kiay.
Upaya warga untuk melindungi kawasan tersebut, antara lain sejak beberapa tahun terakhir dilarang menangkap ikan menggunakan bom, warga juga dilarang mengambil kayu mangrove di kawasan tersebut. Karena itu perlindungan terhadap kawasan hutan karst di sekitarnya yang saat ini statusnya adalah areal penggunaan lain (APL) harus dilakukan. Sebelumnya hutan tersebut adalah konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Daisy Timber.
Berbeda dengan Pulau Kaniungan, selain pesona pasir putih dan kebun kelapa, pulau ini menjanjikan pemandangan laut yang teduh. Bahkan pada setiap Bulan September, pengunjung akan disuguhi tontonan menarik, berupa datangnya kawanan lumba-lumba di tengah laut yang bisa dilihat dari tepi pantai. Bahkan, jika beruntung, pengunjung dapat melihat beberapa ekor paus berenang di kawasan tersebut.
Sementara itu, Partnership Manager TNC, Edy Sudiono mengatakan potensi wisata di kawasan tersebut sangat menjanjikan, sehingga sangat wajar bila warga setempat memiliki kesadaran untuk melindungi. Selain berpotensi sebagai objek wisata, sejumlah kawasan tersebut juga menjadi tempat bertelurnya berbagai jenis ikan serta biota laut lain.
“Jika warga ingin melindungi, artinya masyarakat telah menyadari bahwa apa yang dilakukan saat ini akan berdampak besar bagi kehidupan masa depan,” kata Edy. Dia mencontohkan sebelum kawasan Labuan Cermin dibuka untuk umum, jumlah penginapan di daerah itu hanya sekitar dua homestay, tapi kini telah berkembang hingga delapan homestay.
Karena itu, diharapkan gerak cepat dari Pemkab Berau untuk merespon keinginan masyarakat, karena dampaknya sangat signifikan untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta pelestarian lingkungan. (eko susanto/sul/hmsprov).
//Foto : MASIH ALAMI. Hutan mangrove di kawasan Sigending di Kampung Teluk Sulaiman. (fadliansyah/humasprov kaltim)
05 November 2018 Jam 15:44:10
Kebudayaan dan Pariwisata
19 September 2019 Jam 23:08:04
Kebudayaan dan Pariwisata
18 Januari 2020 Jam 14:25:24
Kebudayaan dan Pariwisata
27 April 2013 Jam 00:00:00
Kebudayaan dan Pariwisata
10 Januari 2021 Jam 06:04:43
Kebudayaan dan Pariwisata
18 Oktober 2013 Jam 00:00:00
Kebudayaan dan Pariwisata
03 Juni 2023 Jam 22:25:42
Gubernur Kaltim
03 Juni 2023 Jam 11:26:57
Wakil Gubernur Kaltim
03 Juni 2023 Jam 11:25:15
Kaltim Berduka
03 Juni 2023 Jam 11:22:53
Wakil Gubernur Kaltim
03 Juni 2023 Jam 11:21:06
Wakil Gubernur Kaltim
14 Maret 2022 Jam 15:54:00
Ibu Kota Negara
06 Januari 2014 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
08 April 2013 Jam 00:00:00
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
11 September 2019 Jam 23:31:22
Pendidikan
26 Oktober 2018 Jam 08:10:25
Produk K-UKM
24 September 2020 Jam 20:05:33
Berita Acara
11 Mei 2013 Jam 00:00:00
Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
14 Mei 2022 Jam 20:56:45
Wakil Gubernur Kaltim
02 Juli 2019 Jam 21:23:55
Kesehatan