Kalimantan Timur
Gubernur Kembali Jadi Pembicara di Forum UNFCCC Maroko


 

SAMARINDA – Pemprov Kaltim kembali didaulat untuk menjadi pembicara pada Paviliun Indonesia di The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-22 di Bab Ighli, Marrakech, Maroko.

Program Manager The Nature Concervancy Niel Makinuddin menyebutkan bahwa UNFCCC akan diselenggarakan pada 7 hingga 18 November 2016 menjadi momentum bagi Indonesia dan Kaltim untuk lebih dikenal di dunia internasional untuk mendapatkan kerjasama dan bantuan-bantuan usaha demi mengurangi kerusakan lingkungan.

"Pada pertemuan nanti, Indonesia akan mengumpulkan dokumen kontribusi rencana aksi terhadap perubahan iklim. Kaltim sendiri telah menyatakan komitmennya untuk menurunkan laju deforestasi hingga 80 persen pada 2020," ungkap Niel.

Lebih lanjut, Niel menjelaskan, dalam pertemuan tersebut akan ada tiga sesi Kaltim untuk menjadi nara sumber. Pertama perwakilan Kepala Kampung Merabu Franley Oley di Forum Pengelolaan Berbasis Komunitas. Kesempatan kedua diberikan kepada Bupati Berau pada forum kebijakan yang ramah iklim dan kesempatan ketiga akan dimanfaatkan Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak yang akan mengemukakan Kesepakatan Pembangunan Hijau.

“Kaltim akan lebih dikenal dan bahkan nanti akan ada pihak-pihak yang tertarik untuk bekerjasama dalam memberikan bantuan. Hasil kerjasama yang sudah kami buktikan seperti di Berau. Dalam hal ini, Pemda yang telah berupaya dengan sungguh-sungguh mengurangi kerusakan lingkungan telah mendapat bantuan anggaran dari Pemerintah Amerika Serikat sampai pada tahun 2019. Bantuan tersebut merupakan hutang Indonesia ke Amerika yang tak perlu dibayar, tetapi dialihkan untuk konservasi," katanya.

Sementara itu, Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan iklim Daddy Ruchiyat mengatakan bahwa Pemprov Kaltim telah meluncurkan kesepakatan pembangunan hijau atau Green Growth Compact (GGC) dengan mendapatkan komitmen dari pemerintah pusat, kabupaten, universitas, perusahaan, organisasi non pemerintah internasional dan institusi pembangunan termasuk TNC.

"Kesepakatan pembangunan hijau ini adalah inisiatif yang diintegrasikan dalam pembangunan di Kaltim," katanya.

Komitmen Kaltim dalam pembangunan hijau, kata Daddy, salah satunya bisa dilihat dalam pengelolaan kawasan ekosistem esensial koridor orangutan bentang alam Wehea-Kelay yang memiliki kawasan seluas 308.000 hektar.

"Ini merupakan inisiatif pertama dalam skala bentang alam cukup besar di Indonesia yang mengutamakan kekuatan kolaborasi lintas sektoral dalam menjaga stabilitas keutuhan habitat orangutan," katanya. (rus/sul/humasprov)

Berita Terkait
Government Public Relation