SAMARINDA - Penetapan tarif Tol Balikpapan Samarinda oleh Menteri PUPR melalui Keputusan Nomor 534/KPTS/M/2020 untuk Seksi 2, 3 dan 4 yang ditandatangani pada 29 Mei 2020 lalu, mendapat reaksi beragam dari masyarakat.
Sebagian meminta jalan tol digratiskan atau dikurangi besaran tarifnya. Sementara yang lain bisa memahami keputusan pemerintah itu. Intervensi APBD dan APBN di Seksi 1 dan 5 di antara alasan mengapa mahalnya tarif tol pertama di Kalimantan itu disoal.
Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi mengatakan bahwa penetapan tarif tol merupakan kewenangan Menteri PUPR. Selanjutnya, daerah mengikuti ketetapan tersebut.
"Semua tol saya pikir sama. Tarif tol ditentukan oleh Kementerian PUPR, ya kita ikuti," kata Hadi Mulyadi, pekan lalu.
Tol bisa jadi pilihan, lanjut Hadi. Bila dianggap mahal, pengguna jalan bisa lewat jalur arteri yang sudah ada sebelumnya, baik dari sisi pantai (Samarinda-SangaSanga-Muara Jawa-Samboja-Balikpapan) maupun sisi darat melewati Tahura Bukit Soeharto. Dua jalur itu bebas tanpa bayar.
"Kalau mau cepat ya lewat tol dan harus bayar. Begitu ketentuannya," tegas Hadi.
Sebelumnya, Pj Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim HM Sa’bani membenarkan proyek tol pertama di Pulau Kalimantan ini memang diawali dengan APBD Kaltim pada Seksi 1 dan APBN dengan dukungan loan China pada Seksi 5.
“Jadi begini, kalau tidak ada Seksi 1 dan 5, maka tidak mungkin ada investor (Seksi 2, 3 dan 4). Nah, kalau tidak ada investor, kemungkinan jalan tol juga tidak jadi,” jelas Sa’bani di Kantor Gubernur Kaltim, Jumat (5/6/2020).
Sa’bani mengungkapkan saat akan dilakukan lelang untuk Seksi 2, 3 dan 4 (Samboja-Simpang Jembatan Mahkota 2), salah satu syarat dari investor, Seksi 1 dan 5 harus dibiayai pemerintah. Sebabnya, jika investor menanggung keseluruhan pembangunan fisik jalan tol (Seksi 1 sampai Seksi 5), maka tidak akan ada investor mau mengikuti seleksi.
“Dalam kalkulasi mereka, modal yang diperlukan sangat besar, sementara return-nya sangat lama. Penyebabnya, LHR (lalu lintas harian rata-rata) kita relatif masih sangat rendah dibandingkan Pulau Jawa dan Sumatera,” ungkap Sa’bani.
Keberadaan tol memang menjadi alternatif dengan risiko berbayar. Karena sejatinya, jalur tol itu dibangun oleh pengguna yang membayar jalur tersebut. Masyarakat diimbau tidak ragu melintas di jalan arteri yang sudah ada sebelumnya, karena perawatan rutin tetap dilakukan pemerintah agar tetap nyaman dilalui.
“Ini pilihan, mau yang berbayar atau tidak. Maka, kalau mau yang tidak berbayar, kita bisa lewat jalan arteri yang ada. Dan jalan arteri yang ada, selalu kita rawat setiap tahun, sehingga selalu siap dilintasi,” kata Sa’bani. (jay/sul/humasprov kaltim)
28 September 2020 Jam 20:35:02
Sosialisasi Masyarakat
22 November 2018 Jam 19:10:54
Sosialisasi Masyarakat
29 November 2017 Jam 09:39:11
Sosialisasi Masyarakat
13 September 2020 Jam 19:03:51
Sosialisasi Masyarakat
28 Desember 2017 Jam 09:05:31
Sosialisasi Masyarakat
14 November 2018 Jam 19:36:28
Sosialisasi Masyarakat
22 Maret 2023 Jam 14:30:39
Administrasi Pembangunan
21 Maret 2023 Jam 18:07:56
Gubernur Kaltim
21 Maret 2023 Jam 18:00:13
Administrasi Pembangunan
21 Maret 2023 Jam 17:54:22
Gubernur Kaltim
20 Maret 2023 Jam 22:54:58
Gubernur Kaltim
14 Maret 2022 Jam 15:54:00
Ibu Kota Negara
06 Januari 2014 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
11 September 2019 Jam 23:31:22
Pendidikan
08 April 2013 Jam 00:00:00
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
26 Oktober 2018 Jam 08:10:25
Produk K-UKM
07 Desember 2015 Jam 00:00:00
Pembangunan
15 April 2013 Jam 00:00:00
Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi
08 November 2020 Jam 08:00:46
Berita Acara
11 Juli 2014 Jam 00:00:00
Sumber Daya Manusia
25 November 2020 Jam 21:08:04
Berita Acara