Kalimantan Timur
Kaltim Buat Perda Perlindungan Karst dan Limbah B3

Kaltim Buat Perda Perlindungan Karst dan Limbah B3

SAMARINDA – Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang telah disahkan oleh DPRD Kaltim pada 12 Februari 2014 lalu. Perda tersebut merupakan turunan dari UU Nomor 32/2009, tentang PPLH yang memiliki nilai penting dan strategis karena cakupannya luas.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim Riza Indra Riadi mengungkapkan setelah terbitnya Perda PPLH, akan menyusul Perda lain yang juga merupakan turunan dari UU Nomor 32/2009. Salah satunya Perda untuk perlindungan karst (gunung kapur). Karena Kaltim memiliki potensi karst cukup besar, salah satunya di kawasan antara Berau-Kutai Timur.

“Karst sangat bagus untuk bahan baku pabrik semen, namun karst tersebut berfungsi sebagai tabungan air. Jika itu diganggu akan menyebabkan kekurangan air baik di Kutim ataupun Berau, untuk itu kita harus melindungi. Tidak hanya itu, di dalam karst juga terdapat situs purbakala bersejarah berusia ribuan tahun,” ungkap Riza, Kamis (27/3).

Selain itu, Perda lainnya yang akan segera menyusul adalah mengenai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), seperti oli bekas dan limbah lainnya. Menurut Riza, jika limbah B3 tidak diatur dengan perda, maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan hidup yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat maupun mahluk hidup lain.

“Pembuatan Perda-Perda ini masih belum terlambat, karena sebelumnya telah ada undang-undang ataupun peraturan pemerintah yang sudah terlebih dulu mengaturnya. Perda ini juga lebih spesifik dan memudahkan untuk melakukan pengawasan,” jelasnya.

Terkait Perda PPLH, Riza mengatakan contoh yang lebih spesifik adalah masalah dalam pertambangan batu bara. Dalam perda tersebut ditetapkan setiap orang atau penanggungjawab usaha setiap akan meningkatkan produksi batu bara maka harus melakukan reklamasi dan revegatasi minimal 40 persen dari luasan lahan yang dibuka dan telah melakukan penutupan lubang tambang sebesar 70 persen dari jumlah lubang yang telah dibuka.

“Jadi jika mereka memiliki 10 lubang maka untuk meningkatkan produksi minimal mereka harus menutup 10 lubang terlebih dulu. Dan untuk mengawal perda tersebut, kita akan banyak melakukan pengawasan. Salah satunya melalui proper lingkungan yang dilakukan dua kali setiap tahunnya oleh BLH dengan instansi terkait,” katanya.

Dalam proper lingkungan, BLH Kaltim akan melakukan kontrol bagaimana perusahaan mengelola lingkungan hidup, limbah B3, CSR (Corporate Social Responsibility), reklamasi dan revegetasi. Semua dinilai dan ada peringkatnya. Mulai dari emas, hijau, biru, merah dan hitam.

“Jika perusahaan mendapat peringkat hitam maka direkomendasikan kepada pemberi ijin dalam hal ini IUP dari bupati/walikota dan PKP2B dari pemerintah pusat, untuk ditutup karena telah melewati ambang batas kerusakan lingkungan,” pungkas Riza. (her/sul/es/hmsprov)

//foto: Riza Indra Riadi

Berita Terkait
Government Public Relation