Kalimantan Timur
Kemandirian Warga Merabu Lestarikan Hutan untuk Masa Depan

Kunker BLH dan TNC ke Kabupaten Berau (1)

Jumat pagi (13/11) sekitar  pukul  10.30 Wita, enam kendaraan yang ditumpangi rombongan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim, The Nature Conservancy (TNC) Kaltim dan luar negeri serta Centre for Green Development (CGD), sampai di tepi Sungai Lesan, Kampung Merabu, Kecamatan Kelay, setelah melakukan tiga jam perjalanan darat dari Tanjung Redeb, Kabupaten Berau.

Perjalanan bisa ditempuh lebih cepat, karena rombongan memotong melalui jalan logging Hak Pengusahaan Hutan ((HPH) PT Utama Damai Indah Timber (UDIT). Apabila melalui jalur reguler, perjalanan akan ditempuh lebih lama, sekitar lima hingga enam jam.

Dalam perjalanan tersebut, rombongan harus menyeberangi Sungai Kelay yang berarus deras. Kendaraan diangkut satu persatu  dengan perahu dari kayu dengan biaya Rp100 ribu permobil.

Sesampainya di Kampung Merabu,  nampak sejumlah perahu kecil dari kayu bermesin di seberang sungai, bergerak menyeberangi sungai untuk menjemput rombongan yang berjumlah sekitar 15 orang untuk masuk  Kampung Merabu.

Dari seberang sungai,  nampak sejumlah penari terlihat siap menyambut kedatangan tamu yang cukup istimewa bagi mereka yang ingin melihat langsung  kemandirian warga kampung untuk merancang masa depan dengan tetap melestarikan alam sekitar kawasan tersebut.

Satu persatu para tamu yang dipimpin Kepala BLH Kaltim, Riza Indra Riadi  mendapat sambutan berupa pengalungan batu manik-manik  khas Kampung Merabu dan selanjutnya melakukan pertemuan dengan jajaran perangkat desa serta pengurus Kerima Puri yang merupakan lembaga yang akan mengelola kawasan hutan desa.

Dalam kesempatan itu, Riza mengatakan warga Desa Merabu memiliki mata pencarian berupa pemetik sarang burung, pencari madu, bertani dan mencari gaharu, dengan memanfaatkan kawasan hutan batu kapur (karst).

Namun, belakangan potensi sarang burung yang terbatas, justru  menyebabkan bibit konflik, antara warga maupun dengan masyarakat lain di sekitar kawasan karst yang memiliki goa sarang burung.

Melihat kondisi tersebut, BLH Kaltim bersama Pemkab Berau dan jajaran TNC setempat berupaya melakukan pendampingan kepada warga Merabu untuk mencari alterntif ekonomi lain, seiring dengan potensi di kawasan tersebut.

Salah satu yang dilakukan adalah dengan memberikan pengetahuan pada warga untuk melihat potensi ekonomi dan pemetaan wilayah serta pengelolaan yang berwawasan lingkungan, sehingga pembangunan desa berjalan berkesinambungan dan terus menerus.

“Terkait dengan hal itu, kita telah membantu warga Merabu dengan 8.000 bibit buah-buahan, berupa mangga, rambutan, lai dan durian yang kemudian ditanam dalam satu hamparan, sebagai aset Kampung Merabu,” kata Reza.

Sementara itu, Kepala Kampung Merabu, Franly Oley menyatakan sangat terbantu dengan upaya TNC, BLH Kaltim dan Pemkab Berau untuk memberikan kesadaran kepada warga Merabu akan pentingnya pelestarian alam untuk kemakmuran masyarakat pada masa kini dan masa depan.

Dia mengatakan, Kampung Merabu dikelilingi kawasan hutan karst yang di dalamnya terdapat sejumlah goa-goa yang menarik untuk dikunjungi dan salah satunya adalah Goa Beloyot yang menyimpan peninggalan sejarah purbakala, berupa gambar telapak tangan yang diperkirakan berusia 2.000 tahun.

Dia mengatakan, kampung Merabu terdiri atas kawasan Hutan Lindung 10.800 ha, Hutan Produksi 12.200 ha dan kawasan karst mencapai 7.500 ha. Dengan potensi tersebut Kampung merabu telah memperoleh izin dari Kementrian Kehutanan pada Januari 2014, yakni pengelolaan hutan desa mencapai 8.245 ha.

Terkait dengan hal itu, warga Kampung Merabu saat ini telah menyelesaikan rencana pengelolaan hutan desa yang diserahkan ke kabupaten, melalui Dinas Kehutanan Berau untuk memperoleh rekomendasi dan selanjutnya mendapat persetujuan dari gubernur Kaltim.

“Kita berharap apa yang telah kita programkan segera mendapat persetujuan, sehingga warga Merabu dapat mengelola hutan desa. Warga Merabu yang sebagian besar adalah etnis Dayak Lebok, tidak bisa dipisahkan dengan kawasan hutan, karena itu kami menyadari hutan harus dilestarikan, termasuk kawasan karst,” ujarnya.

Sedangkan terkait rencana tata ruang kampung, Franly menjelaskan di hadapan jajaran BLH, TNC dan CGD, yang  nampak serius memperhatikan. Dalam penjelasan tersebut Franly mengatakan telah membagi kawasan kampung yang disesuiakan dengan potensi, antara lain wilayah pengembangan perkebunan karet untuk 52 kepala keluarga (kk) dan kawasan permukiman yang telah ditetapkan.

Setiap KK mendapat jatah dua ha dan kini sudah 80 persen ditanami, berkat bantuan 10.000 bibit karet dari Pemkab Berau  dan diharapkan sisanya segera ditanam, seiring dengan kegiatan pembibitan karet yang dibuat warga desa.

Selanjutnya menjaga kawasan hutan, termasuk karst untuk tetap lestari, karena di dalamnya berfungsi sebagai penampung dan air yang menjadi sumber air baku untuk kebutuhan air bersih yang potensinya mencapai 5,3 kubik perhari yang dapat melayani kebutuhan 1,3 juta orang perhari.

Bahkan potensi sungai yang sumber airnya dari kawasan karst juga telah dimanfaatkan untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), namun sayangnya saat ini dalam kondisi rusak.

“Pemkab Berau telah berjanji untuk segera memperbaiki PLTMH tersebut dan diharapkan dalam waktu dekat segera beroperasi, karena jaringan listrik telah tersedia,” kata Franly.

Selain itu, warga Merabu juga dikenal sebagai penghasil madu lebah, dengan kualitas terbaik. Setiap tahun rata-rata produksi madu alam dari kampung ini mencapai 1.500 liter yang habis terjual ke Tanjung Redeb.

Selanjutnya potensi wisata yang juga tidak kalah menarik adalah kawasan hutan yang masih asri, goa karst dan sejumlah danau air tawar serta potensi ikan air tawar yang cukup melimpah, termasuk pengembangan pertanian ladang dan persawahan. (eko susanto/sul/hmsprov-bersambung)

Foto: Rambongan BLH dan TNC Kaltim siap menyeberangi Sungai Lesan ke Kampung Merabu. (fadliansya/humasprovkaltim)

 

Berita Terkait
Government Public Relation