Kalimantan Timur
Kenalkan dan Lestarikan Khasanah Budaya Kutai

* Dari Upacara Tasmiah, Naik Ayun dan Aqiqah Cucu Gubernur Kaltim.

 

Bila anak manusia lahir ke bumi, maka dalam mengarungi lautan kehidupannya, ia melalui beberapa tingkatan (kriristen) yang menurut Adat Kutai Kartanegara dilewati dengan upacara-upacara adat seperti pemberian nama/tasmiah, naik ayun, tijak tanah, besunat (untuk anak laki-laki), beketan (perempuan), naik penganten dan lain-lain hingga meninggal dunia inipun tidak lepas dari upacara-upacara menurut adat.

Bagian utama yang penting dari rangkaian upacara adat tersebut adalah naik ayun. Yakni upacara menaikkan untuk pertama kalinya seorang anak yang baru lahir berumur sekitar 40 hari atau kurang lebih dua bulan ke dalam ayun. Naik ayun merupakan upacara yang memadukan adat Kutai dengan budaya Islami.

Sebelum upacara naik ayun, terlebih dahulu dilaksanakan acara tasmiah, yaitu pemberian nama anak secara resmi yang didahului pembacaan ayat suci Al Qur’an. Setelah itu, pada upacara naik ayun, harus dilalui sejumlah rangkaian acara, yakni menaikkan anak ke ayun dan pemotongan rambut.

Dalam proses ini anak digendong oleh seorang wanita “tetuha” keluarga yang berdiri di atas Tilam Kesturi. Kemudian, secara bergiliran laki-laki sesepuh keluarga atau pemuka masyarakat yang hadir bergantian memasukkan anak ke dalam ayun seraya ditempung-tawari dan ditaburi beras kuning. Pada proses ini juga diiringi dengan pembacaan Berjanzi (puji-pujian kepada Rasulullah SAW).

Dilanjutkan kemudian dengan acara pemotongan rambut secara bergilir, yakni beberapa helai rambut anak dipegang bersama-sama dengan buah-buahan rambut dan dipotong dengan gunting. Rambut yang telah terpotong dimasukkan kedalam buah Kelapa Gading.

Setelah itu, dilanjutkan dengan acara mengedarkan ayam putih dan sebatang lilin yang menyala mengitari ayun dari sebelah kanan ke kiri sebanyak tiga kali oleh seorang wanita yang memimpin acara (Sanro). Kemudian, lolong ayam tersebut dilukai dan darahnya dicoletkan diantara kedua alis anak (becerak darah). Selanjutnya lilin dimatikan dan jelaga pada sumbu lilin tersebut dipoleskan ke dahi anak (becerak lilin).

Proses selanjutnya adalah acara Tumbang Apam dan Nasi Rasul. Pada tahapan ini,  anak digendong ibunya, ayah serta saudara-saudaranya berdiri di atas Tapeh (batik) atau Tajong (sarung) yang disusun berlapis-lapis, lalu Nasi Rasul dan lilin yang menyala diangkat setinggi kepala.

Nasi Rasul dicicipi (disantap) oleh anak, ibunya, ayah serta saudara-saudaranya. Kemudian didirikan tegak batang daun kelapa yang telah ditusuki dengan kue apam putih dan apam habang (merah) dipuncaknya dipegang lilin yang menyala. Kue tersebut dicicipi oleh anak, ibunya, ayah serta saudara-saudaranya.

Sementara acara berlangsung, diteriakkan beberapa kali “Salawat Nabi” oleh keluarga dan tamu yang hadir dan diramaikan dengan “behambur beras kuning” dicampur dengan kepingan uang logam.

Sebagai akhir acara, ibu mengundang anaknya didudukkan di atas Tilam Kesturi. Oleh Wanita yang memimpin acara, anak dicicipi pisang, bertus, Nasi Rasul dan lain-lain. Kemudian anak “dipelas” yakni diinjakkan kakinya pada besi, batu (Penunggu Ayun) kemudian segumpal tanah dan digenggamkan emas dan perak.

Lalu, anak dan ibu ditempung tawari, dibasahi air bunga dan kepada ibu disyaratkan untuk mematikan lilin dengan meniupnya dan melakukan becerak lilin. Sebagai penutup ibunya dan Sanro ditarik “Ketikai Lepas” sebagai ungkapan rasa syukur bahwa hajat untuk melaksanakan naik ayun sudah selesai dengan selamat.

Makna dari upacara Naik Ayun adalah pemberian do’a dan restu agar anak memperoleh keselamatan, berkah, untung dan tuah dalam pertumbuhannya menjadi dewasa serta memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat.

“Ini merupakan salah satunya khasanah budaya Kutai yang harus terus kita jaga dan lestarikan. Selain itu, dengan upacara seperti ini juga kita dapat memperkenalkan dan mempromosikan khasanah budaya Kutai ke dunia luar,” ucap Awang Faroek Ishak. (her/hmsprov)

//Foto: LESTARIKAN ADAT. Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak menepung-tawari sang cucu.. (fadli/humasprov kaltim).

Berita Terkait
Government Public Relation