Kalimantan Timur
Klarifikasi Pembentukan Provinsi Kaltim Deni : Hari Jadi Tetap 9 Januari 1957

Foto Ahmad Riyandi / Biro Administrasi Pimpinan Setda Provinsi Kalimantan Timur

SAMARINDA - Gubernur Kaltim Dr H Isran Noor diwakili Plt Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat  Sekda Provinsi Kalimantan Timur Deni Sutrisno mengikuti Rapat Klarifikasi Pembentukan  Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara di Ruang Heart of Borneo Kantor Gubernur Katim, 22 Maret 2022.

Rapat dilaksanakan secara virtual dipimpin Sekretaris Dirjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Maddaremmeng dan dihadiri Gubernur Kalimantan Barat H Sutarmiji dan Asisten 1 Sekda Provinsi. Sulawesi Tenggara Muhammad Ilyas.

Dalam kesempatan itu, Deni Sutrisno mengatakan pembentukan Provinsi Kaltim ditetapkan 9 Januari 1957 dan tidak berubah.

“Dasar penetapannya yaitu Perda Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 14 Tahun 1988,” sebutnya.

Dasar penerbitan Perda tersebut, menurut Deni adalah UU Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom di Provinsi Kalbar, Kaltim dan Kalsel. 

Walaupun secara yuridis terbentuknya Provinsi Kaltim tanggal 1 Januari 1957 sesuai SK Kementerian Dalam Negeri Nomor Des.52/10/50, namun pada tanggal tersebut Pemerintah Provinsi Kaltim masih berbentuk karisidenan.

“Secara de facto, Provinsi Kaltim terbentuk pada 9 Januari 1957, saat dilakukan serah terima jabatan dari Gubernur Kalimantan Milono kepada Acting Gubernur Kaltim Aji Pangeran Tumenggung Pranoto,” papar Deni.

Sekretaris Dirjen Otonomi Daerah Kementerian  Dalam Negeri Maddaremmeng mengatakan klarifikasi pembentukan Provinsi Kalbar, Kaltim dan Sultra dilakukan, terkait disahkan tujuh Rancangan Undang-Undang  (RUU) Provinsi menjadi Undang-Undang dan merupakan usul inisiatif dari DPR RI. 

“Sudah disahkan pada rapat paripurna tanggal  15 Februari 2022 lalu,” katanya.

Terdapat tiga materi muatan dalam UU tersebut, yang pertama perubahan dasar hukum pada  tujuh pembentukan provinsi yang dibentuk berdasarkan UUD sementara tahun 1950 dan UUD 1945 sebelum diamandemen.

Kedua adalah cakupan wilayah dan ibu kota akibat adanya pemekaran. 

“Yang terakhir yaitu, mengakomodir karakteristik masing-masing daerah sebagai pengakuan negara dalam pengamalan bhineka tunggal ika” pungkasnya (gie/sul/adpimprov kaltim)

Berita Terkait
Government Public Relation