Kalimantan Timur
Malaysia Lockdown, Pisang Kepok Tetap ke Kuala Lumpur

Pisang Kepok Grecek asal Kaubun dan Kaliorang sukses menembus pasar ekspor. Prospeknya sangat menjanjikan. (rosihan anwar/humasprov kaltim)

"Pisang Kepok Grecek ini juaranya Kalimantan Timur," (Plt. Kepala Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dadang Sudarya)

 

JAUH sebelum serangan masif coronavirus disease 2019 (Covid-19), Kalimantan Timur (Kaltim) ternyata sudah pernah merasakan ganasnya serbuan blood disease bacterium (BDB) pada kisaran tahun 2003-2005. Bakteri ini bernama latin xanthomona celebensis.  Pasukan bakteri  yang juga dikenal dengan sebutan penyakit darah itu tak bergerak sendiri, sebab pada rentang waktu bersamaan, fusarium oxysporum (layu fasarium) dan layu bakteri (pseudomonas solanacearum) setali tiga uang menebar ancaman mematikan.

Namun berbeda dengan Covid-19 yang tanpa ampun menyerang manusia, blood disease bacterium, fusarium oxysporum dan pseudomonas solanacearum begitu ganas menyerang tanaman pisang petani. Serangan bakteri penghancur itu mengganggu bagian akar, bonggol, batang hingga buah pisang. Gempuran hebat mereka sontak membuyarkan harapan petani.

Kala itu, pisang banyak ditanam di Kabupaten Kutai Timur, tepatnya di Kecamatan Kaliorang dan Kaubun, termasuk di sebagian Bengalon dan Sangatta. Kutai Timur pun menjadi produsen pisang terbesar di Kaltim.

Baca Juga : Ayo Menanam Pisang dan Porang

“Dulu, petani di sini menyebut hutan pisang, bukan kebun pisang. Sing penting ditandur, wis ole asil (Yang penting ditanam, sudah dapat hasil),” kata Yuliandi, Kepala Unit Pelaksana Teknis Penyuluhan Pertanian Peternakan dan Perkebunan (UPT PPPP) Kecamatan Kaubun, Kutai Timur, saat kami temui di Kaubun, pekan pertama  Maret 2020.

Di tingkat petani, harga pisang saat itu masih sangat rendah. Karena itu, ketika fusarium dan kawan-kawannya menyerang, tanpa berlama-lama para petani langsung membabat hutan pisang mereka dan menggantinya dengan tanaman kelapa sawit atau karet .

Beberapa tahun terakhir ini, semangat para petani kembali menggeliat. Penyakit darah, fusarium dan layu bakteri sudah berhasil  mereka atasi.     “Harga pisang di tingkat petani sudah membaik, antara Rp5 ribu hingga Rp6 ribu per sisir. Karena itu petani bergairah kembali. Tidak seperti dulu, sekarang,  kebun mereka rawat dengan lebih baik” Yuliandi menambahkan.

Sebagai komandan penyuluh yang langsung berada di lapangan, Yuliandi terus memberi pendampingan kepada para petani, terkhusus generasi muda setempat, agar lebih optimis menyongsong masa depan dari sektor pertanian, dan tidak hanya berburu kesempatan  untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan tambang batu bara yang mengitari kampung mereka.

Baca Juga : Enaknya Pisang Tanduk

Kondisi ini mengkhawatirkannya, sebab anak-anak muda setempat cenderung  memilih bekerja di perusahaan tambang atau memilih pergi ke kota, ketimbang mengelola potensi pertanian yang sesungguhnya lebih menjanjikan.

 

Menembus Ekspor 

Geliat pengembangan Pisang Kepok Grecek (pemenang Kontes Pisang Unggulan Kalimantan Timur tahun 2013) adalah buah kerja keras para petani Kaubun dan Kaliorang. Kegigihan mereka, sukses menembus pasar ekspor pisang. Malaysia menjadi negara pertama yang menginginkan pisang-pisang berkualitas tinggi dari Kaubun, Kaliorang, dan Kaltim pada umumnya.

Priyanto adalah Ketua Gabungan Kelompok Tani Berkah Bersatu dari Desa Kadungan Jaya, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur yang pertama kali sukses membuka kran ekspor pisang Kaltim ke Malaysia, Oktober 2019. Ekspor perdana ketika itu, dilepas langsung oleh Gubernur Kaltim H Isran Noor.

Pintu masuk menuju ekspor dimulai dengan aktif mengikuti seminar, workshop dan lokakarya soal pisang. Bukan hanya di Samarinda dan  Balikpapan, tetapi juga di beberapa daerah di Pulau Jawa. 

Baca Juga : Potensi Kedelai di Kembang Janggut

“Enam kali pertemuan dalam waktu kurang lebih 21 hari. Setelah kami kirim contoh pisangnya, pihak Malaysia cocok. Mereka setuju dan kami langsung ekspor,” Priyanto menceritakan perjuangannya menembus ekspor.

Diakui Priyanto, sesungguhnya, pihak pembeli  Malaysia memberi standar 2,5 kg per sisir. Sementara pisang dari Kaltim, rata-rata hanya sekitar 2,3 kg per sisir. “Pihak Malaysia masih memberi toleransi,” ungkap Priyanto.

Pisang Kepok yang di masyarakat lebih dikenal dengan nama Pisang Sanggar ini harus dipanen dalam kondisi 70 hingga 80 persen (belum matang). Pasalnya,  perjalanan menuju Kuala Lumpur memerlukan waktu sekitar 13 hari. Hal itu dilakukan agar pisang tidak keburu busuk saat tiba di Malaysia.  Pengiriman dilakukan melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) di Balikpapan dan transit di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, sebelum bergerak menuju Kuala Lumpur.

Untuk ekspor pisang ini, kendala  yang dihadapi  masih seputar mahalnya ongkos angkut . Dari Kaubun atau Kaliorang, jika menggunakan kendaraan besar jenis fuso, ongkos angkut mencapai Rp12 juta. Sedangkan menggunakan truk biasa (roda 6) ongkos angkut sekitar Rp4,5 juta.

“Kalau pakai pickup (roda 4 bak terbuka) ongkosnya justru lebih mahal. Muatan maksimal seribu sisir ongkosnya sudah Rp3 juta,” ungkapnya.

Baca Juga : Kartu Tani Untuk Kedaulatan Pangan

Soal jaminan keberlanjutan ekspor pisang, para petani tidak was-was. Sebab untuk kerja sama ini, pengusaha Malaysia sudah mengikat kontrak kerja sama dalam  waktu dua tahun.

“Karena itu, kami akan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas Pisang Kepok Grecek ini. Sebab bukan tidak mungkin, permintaan ekspor bisa  datang dari negara lain, bukan hanya Malaysia. Sementara dari dalam negeri permintaan pisang ini juga masih sangat tinggi,” kata Priyanto.   Pisang-pisang dari Kaltm  ini selanjutnya diolah menjadi tepung pisang atau tepung/bubur sun (makanan bayi).

Sedikit memberi bocoran, Priyanto menyebutkan nilai ekspor untuk sekali pengiriman 60 ton pisang, nilai rupiahnya bisa mencapai Rp300 juta. “Dikurangi semua biaya, masih untung. Makanya, bisnis pisang ini sangat prospektif dan sangat   menjanjikan,” ungkapnya.

Sejak ekspor perdana Oktober 2019, hingga Maret 2020 tercatat sudah 11 kali pisang Kaubun dan Kaliorang dikirim ke Kuala Lumpur. Bahkan beberapa hari setelah pemberlakuan lockdown  di Malaysia, Pisang Kepok asal Kaltim  baru tiba di Kuala Lumpur.

Harga Pisang Kepok di sejumlah pasar di Samarinda saja sudah lumayan tinggi. Satu sisir bisa mencapai harga Rp15 ribu. Harga Rp10 ribu hanya dijual untuk pisang yang sebagian besar sudah masak dan tidak lagi padat.

Sekarang, mereka juga tidak terlalu khawatir dengan kemungkinan serangan fusarium dan bakteri berbahaya lainnya. Sebab menurut Priyanto, fusarium dan kawan-kawannya akan hilang atas dasar inisiatif dari para petani sendiri.

“Perlakuan petani sendiri yang akan melawan fusarium. Caranya dengan pola perawatan pisang yang lebih baik,” kata Priyanto.

Dia pun berbagi kiat tentang langkah pencegahan fusarium. Pertama, dengan menjaga kebersihan kebun secara berkala. Kedua, menggunakan antifusarium bermerek “Dense”. Bisa digunakan ukuran 30 ml dicampur air kurang lebih 16 liter, kemudian disiramkan ke sekeliling batang pisang berjarak 30 centimeter. Waktu penyiraman 3 bulan sekali.

“Alhamdulillah, ini yang diterapkan petani dan jitu,” tegas Priyanto meyakinkan.

Bersama para petani pisang lainnya, dia sangat berharap pemerintah bisa terus memberi  dukungan, baik terkait pembudidayaan maupun infrastruktur jalan yang mulus demi memudahkan proses pengangkutan pisang ke pelabuhan.

 

BERHARAP MALOY

Ekspor pisang dari Kutai Timur tentu menjadi kabar gembira. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Timur Sugiono menyebut pengembangan pisang akan menjadi potensi luar biasa. Pejabat yang berlatar penyuluh ini pun  mengakui, Kutai Timur memang sudah menjadi produsen pisang, bahkan sebelum resmi menjadi kabupaten sendiri.

“Dan baru sekarang kita bisa ekspor,” sebut Sugiono bangga. 

Melihat animo yang demikian tinggi, tahun ini pengembangan akan dilakukan di tiga kecamatan, Kaubun, Kaliorang dan Bengalon. Luas tanamnya 198 hektar bersumber dari dana APBN.   “Benih yang akan kita tanam adalah benih Pisang Kepok Grecek yang sudah tersertifikasi. Mudah-mudahan hasilnya akan jauh lebih baik lagi,” yakin Sugiono.

Ke depan, pengembangan pisang juga akan dilakukan ke sejumlah kecamatan lain dengan basis tanah kering (cocok untuk pisang), seperti Muara Ancalong, Long Mesangat, Busang dan Batu Ampar. Dari empat kecamatan ini, pengiriman pisang ke Balikpapan akan lebih singkat, melalui kawasan HTI di Kecamatan Sebulu, Kutai Kartanegara. Waktu tempuh ke Balikpapan diperkirakan hanya sekitar 6-7 jam. Lebih singkat dibanding harus berputar lewat Kaubun dan Kaliorang yang waktunya pasti lebih dari 11 jam ke Balikpapan.

Karena itu, jika kelak Pelabuhan Internasional di Kawasaan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) di Kaliorang bisa dioperasikan, maka para petani pasti akan sangat terbantu dan perekonomian kawasan itu akan semakin  berkembang.

Baca Juga : Maret 2020, Pelabuhan KEK Maloy Diujicoba

“Saya optimis jika ekspor bisa dilakukan lewat Maloy, maka harga pisang di tingkat petani akan lebih tinggi lagi, karena ongkos angkut akan jauh lebih murah. Yang pasti, pengembangan pisang akan mendukung eksistensi KEK MBTK,” sambung Sugiono.

Dia sangat berharap dengan dukungan pusat, provinsi dan kabupaten, Pelabuhan Maloy bisa segera berfungsi. Sebab selain  pisang, komoditi lain juga sudah menunggu untuk bisa melakukan ekspor langsung dari Maloy.  

“Bagi kami penggerak ekonomi di sini, tentu senang sekali, kalau Pelabuhan Maloy beroperasi. Sangat cocok dan sangat membantu kami, sebab dari segi biaya pasti akan sangat murah,” ucap Priyanto menimpali.

 

Kembangkan Sang Juara

Peluang ekspor Pisang Kepok Grecek ini pun disambut baik Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Kaltim. Upaya pengembangan pisang oleh Pemprov Kaltim sesungguhnya sudah dilakukan sejak tahun 2009. Ketika itu kawasan sentra pengembangannya  berada di Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Paser dan Nunukan (sekarang Provinsi Kalimantan Utara). Luas areal pengembangan ketika itu mencapai 5.000 hektar.

Selanjutnya pada tahun 2013, Pemprov Kaltim bernisiatif menggelar Kontes Pisang Unggulan. Dan pemenangnya adalah Pisang Kepok Grecek dari Kutai Timur.

“Pisang Kepok Grecek ini juaranya Kalimantan Timur. Makanya ini yang akan terus kita kembangkan. Kita juga sudah kembangkan demplot Pisang Kepok Grecek di Kecamatan Kaliorang seluas 6 hektar,” kata Plt Kepala Dinas Pangan Tanaman Pangan  dan Hortikultura Dadang Sudarya.

Selain pengembangan 198 hektar  di Kutai Timur tahun ini, pada tahun 2021 telah direncanakan untuk penanaman sekitar 5.400 benih Pisang Kepok Grecek yang sudah tersertifikasi. Dengan rincian : Kabupaten Kutai Timur 2.000 batang (5 hektar), Kutai Kartanegara 1.200 batang (3 hektar), Kabupaten Berau 1.200 batang (3 hektar) dan Mahakam Ulu 1.000 batang (2,5 hektar).

“Rencana di 2021, kita ingin kembangkan lebih luas lagi. Selain Kutai Timur kita juga akan arahkan ke Kutai Kartanegara di sekitar Samboja dan Muara Jawa untuk mendekati pelabuhan ekspor kita di Balikpapan. Kita kembangkan juga untuk Penajam Paser Utara dan Paser. Berau juga,” papar Dadang yang juga Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kaltim  itu.

Bukan hanya ekspor pisang mentah, di masa depan, Dadang juga berharap akan banyak pengusaha yang berani berinvestasi dalam industri pengolahan pisang. Dia sangat yakin, setelah Kaltim ditetapkan sebagai ibu kota negara, pengganti Jakarta, didukung semakin banyaknya pasokan pisang dari petani, maka investor pisang akan berbondong-bondong datang ke Kaltim.

Kolaborasi semua pihak, petani, pemerintah, swasta dan masyarakat diyakini akan memudahkan pencapaian Kaltim Berdaulat dalam pemenuhan kebutuhan pangan, memberi nilai tambah, sekaligus berjaya di pasar ekspor. Semoga. (samsul arifin/adv)

 

Tonton Juga :

Berita Terkait
Data Masih Kosong
Data Masih Kosong
Government Public Relation