Kalimantan Timur
Mengapa IKN Harus Pindah Ke Kaltim?

Foto Ahmad Riyandi / Biro Administrasi Pimpinan Setda Provinsi Kalimantan Timur

Patok titik nol IKN sudah kokoh ditancapkan. Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) pun sudah disahkan, 18 Januari 2022 oleh Parlemen Senayan. Eksekutif dan legislatif di Jakarta satu suara mendukung pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). 

Demikian pun di Kalimantan Timur. Semua tegas memberi dukungan atas rencana pemindahan ibu kota negara. Eksekutif, legislatif baik di provinsi, maupun di kabupaten dan kota kompak menyambut baik kehadiran IKN Nusantara di Kalimantan Timur. Masyarakat pun menyambut dengan suka cita.

Gubernur Kaltim Isran Noor menyebut kondisi Kaltim secara umum kondusif sebelum dan setelah penetapan Undang-Undang  IKN.

"Kondisi Kalimantan Timur menurut saya relatif kondusif dan relatif tidak ada masalah setelah penetapan UU IKN," kata Gubernur Isran Noor saat Rapat Koordinasi Bersama Menteri Dalam Negeri tentang IKN di Aula Pemkot Balikpapan, Kamis (17/2/2022).

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan banyak hal saat kunjungannya pertengahan pekan ini. Selain berkunjung ke titik nol IKN bersama Ketua DPR RI Puan Maharani dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Mendagri Tito Karnavian, secara khusus ia juga langsung menggelar rapat dengan Gubernur Kaltim dan para bupati/wali kota.

Menurut mantan Kapolri itu, rencana pemindahan ibu kota negara sesungguhnya sudah pernah disampaikan Presiden Joko Widodo dalam rapat-rapat kabinet pada periode pertamanya. 

Rencana pemindahan IKN kembali digulirkan Presiden Joko Widodo pada awal periode keduanya. Sampai akhirnya diumumkan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, 26 Agustus 2019. Lokasi dipilih sebagian di PPU dan sebagian lagi di Kutai Kartanegara (Kukar).

Tito mengaku mengikuti proses ini sejak masih menjabat sebagai Kapolri. Ada banyak pertimbangan mengapa ibu kota harus dipindahkan dari Jakarta.

“Beban Jakarta dan daerah sekitarnya itu sudah terlalu berat. Jakarta dan daerah sekitarnya seperti Tangerang, Bekasi dan Depok itu sudah bukan lagi kota metropolitan, tapi megapolitan. Terlalu berat bebannya,” ungkap Tito.

Lalu lintas sudah terlampau padat. Disparitas antara daerah yang beruntung dan kurang beruntung sangat jomplang. Sistem tata ruang kota Jakarta pun tidak didesain dari awal untuk menjadi ibu kota negara. Sejak era kota lama dari Jayakarta (Batavia).  Saat itu mungkin tidak bermasalah karena jumlah penduduk, alat transportasi dan penduduk masih tidak banyak.

Banyak permasalahan yang harus dibenahi, salah satunya untuk urusan transportasi. Belum lagi masalah sosial misal menjamurnya pemukiman kumuh, sementara tidak jauh dari sana gedung-gedung pencakar langit kokoh menjulang. Belum lagi soal banjir dan sungai yang masih terus menjadi toilet terpanjang di dunia.

Menurutnya ibu kota negara adalah pintu masuk negara, sekaligus etalase negara. Jadi opsinya adalah mengurangi aktivitas masyarakat di sekitar ibu kota. Karena yang terjadi saat ini, Jakarta telah menjelma menjadi pusat perekonomian, sekaligus pusat pemerintahan dan politik. Akibatnya seluruh aktivitas sosial, ekonomi, budaya hampir seluruhnya terkonsentrasi di Jakarta.

Di Jakarta, kantor-kantor kementerian pun masih terpisah-pisah. Dalam konsep IKN Nusantara, seluruh kementerian dan lembaga, eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI dan Polri akan berada dalam kawasan khusus yang disebut Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).

Faktor lain yang meneguhkan keyakinan Presiden Joko Widodo untuk memindahkan ibu kota negara adalah pemerataan pembangunan. Mengubah fakta pembangunan yang Jawa sentris, menjadi Indonesia sentris. 

Presiden Joko Widodo sangat menyadari bahwa selama ini uang besar banyak beredar di Jawa. Kesenjangan dengan daerah lain di Indonesia tak terelakkan.

“Presiden ingin agar ada pemerataan pembangunan. Tidak ada lagi Jawa sentris, walaupun beliau orang Jawa. Kalau yang berencana itu saya atau Pak Isran itu biasa. Karena kami bukan orang Jawa. Tapi beliau ini orang Jawa, tidak mau lagi Jawa sentris. Itu luar biasa,” ucap Tito yang kelahiran Palembang, Sumatera Selatan itu. 

Tito menguraikan, saat ini Jawa bisa dikatakan sebagai pulau terpadat di dunia. Sekitar 150 juta orang hdup di dalamnya. Padahal ukurannya dibanding Kalimantan, mungkin hanya seperempatnya saja. 

Sebagai daerah terpadat di dunia, maka ketika terjadi pandemi, penyebaran terbesar akan selalu ada di Jawa karena interaksi manusia yang terlalu padat.

Faktor lain yang menjadi alasan pemindahan ibu kota negara  adalah untuk menemukan posisi sentral Indonesia sebagai negara kepulauan. Maka dipilihlah Kaltim agar jarak tidak terlalu jomplang. Dari barat ke timur, dari timur ke barat. Kaltim benar-benar berada di tengah kepualauan Indonesia. 

Hal yang tidak kalah penting lanjut Tito adalah aspek security (keamanan). Saat ini, jarak antara Istana Negara di Jakarta dengan jalan umum sangat dekat. Dalam kepentingan security tentu kondisi ini tidaklah baik. Pada zaman Belanda dulu, Jakarta tentu tak seramai sekarang. Sehingga tingkat keamanan era lampau masih sangat tinggi. Belum lagi jika terjadi demonstrasi yang menyebabkan kemacetan tidak jauh dari Istana Negara.

Tito mengungkapkan sejak pertama Presiden Joko Widodo memang sudah melirik Kalimantan untuk rencana pemindahan ibu kota negara ini. 

“Alasannya, karena penduduk belum banyak dan lahannya ada,” sebut Tito.

Pilihannya kemudian adalah Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim).

Kalsel problemnya di low land tanahnya gambut. Meski lahannya luas dan memadai, tapi tidak cukup aman untuk pengembangan bangunan 100 hingga 200 tahun ke depan.

Lahan di Kalsel yang relatif bersih lingkungan, tidak jauh dari dermaga besar dan bandara internasonal, belum ada. Justru lebih banyak dikelilingi tambang.

Sedangkan di Kalteng, ada lahan luas di kawasan Gunung Mas. Tapi belum ada fasilitas. Belum ada bandara yang representatif dan dermaga yang besar. 

“Kalau bangun semua dari nol, cukup berat,” ucap Tito lagi meneruskan alasan Presiden Joko Widodo mengapa akhirnya memilih Kaltim. 

Lingkungan yang dinilai relatif masih asri adalah Kaltim. Didukung fasilitas pendidikan, kesehatan, ditambah lagi pusat perbelanjaan, perhotelan, dan sudah memiliki infrastruktur jalan tol. Di tambah lagi, Kaltim relatif aman, baik dari masalah sosial maupun bencana alam.

Kaltim juga memiliki dua kota penunjang utama yakni  Balikpapan dan Samarinda dengan dua bandara internasional yang representatif. Kaltim juga memiliki pelabuhan yang sangat baik yakni Pelabuhan Semayang dan Pelabuhan Samarinda.

“Maka dipilihlah Kaltim. Lokasinya di IKN yang sekarang,” beber purnawirawan jenderal bintang empat itu.

Meski diumumkan pada 26 Agustus 2019, rencana pembangunan IKN mengalami slow down pada 2020-2021 karena pandemi Covid-19. Meski demikian, Presiden Joko Widodo tetap konsisten melanjutkan rencana besar dari tiga presiden sebelumnya, Soekarno, Soeharto dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono).

Beberapa catatan yang menguatkan tekad Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menunda pemindahan ibu kota negara, karena hingga saat ini 57% penduduk Indonesia terkonsentrasi di Jawa. 

Selain itu, kontribusi ekonomi dari Jawa terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 58,48%. Sedangkan produk domestik regional bruto (PDRB) Jabodetabek 20,65% dari PDB nasional. 

Alasan lainnya adalah konversi lahan terbesar terjadi di Jawa. Proporsinya berkisar lahan terbangun di Jawa lima kali lipat dari Kalimantan.

“Pemerintah juga menghitung ancaman krisis ketersediaan air di pulau Jawa, khususnya DKI dan Jawa Timur,” ungkap Tito.

BUKAN RENCANA ANEH

Rencana Presiden Joko Widodo untuk memisahkan ibu kota negara sebagai pusat pemerintahan dengan pusat ekonomi bukan sesuatu yang baru dan aneh. Sebab beberapa negara di dunia sudah sukses melakukannya.

Negara yang sukses memindahkan ibu kota negaranya dari pusat perekonomian antara lain, Amerika Serikat (1790), Australia (1927), Malaysia (1999), Korea Selatan (2005). Ada pula Brasil, Myanmar, Pakistan, Turki, Kazakhtan dan Pakistan  

Ibu kota Malaysia awalnya adalah Kuala Lumpur. Namun pada   1999 pemerintah di sana memindahkannya ke Putra Jaya. Sampai saat ini Kuala Lumpur tetap menjadi pusat bisnis negara itu.

Australia menggeser ibu kota mereka dari Melbourne ke Canberra pada 1927. Melbourne dan Sidney tetap menjadi pusat bisnis, sementara Canberra pusat pemerintahan dan politik.

Dulu New York adalah ibu kota Amerika Serikat. Namun sejak 1790 ibu kota Amerika Serikat berpindah ke Washington DC. New York tetap menjadi pusat bisnis. Dan masih banyak contoh lainnya. 

Menyusul rencana pemindahan ibu kota negara ini, Mendagri Tito Karnavian berharap agar warga Kaltim segera menyiapkan diri untuk menangkap berbagai peluang dari rencana pemindahan ibu kota negara ini, mulai dari proses pemindahan ibu kota saat ini hingga terwujudnya pemindahan ibu kota secara penuh pada tahun 2045 mendatang. 

Para kepala daerah yang akan menjadi penyangga ibu kota negara seperti Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegara, PPU dan Paser sepakat meminta agar pemerintah pusat tidak hanya fokus pada pembangunan IKN, tapi lupa membangun wilayah sekitar IKN sebagai penyangga. 

Sebab jangan sampai IKN kelak menjadi terang benderang, sementara daerah di sekitar IKN makin meredup karena infrastruktur yang masih sangat buruk. (sul/ky/adpimprov kaltim)

Berita Terkait
Data Masih Kosong
Data Masih Kosong
Government Public Relation