Kalimantan Timur
Menteri LHK Deklarasikan GGC Untuk Kaltim Hijau


 

JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar resmi mendeklarasikan Green Growth Compact (GGC) untuk mendukung Kaltim sebagai Provinsi Hijau atau Kaltim Hijau. Deklarasi dilakukan di Hotel Shangrilla Jakarta, Senin (26/9). Penerapan GGC di Kaltim sekaligus diharapkan dapat memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi hijau rendah karbon di Indonesia.

"Implementasi GGC di Kaltim akan memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan hijau rendah karbon di Indonesia. Ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi kita untuk dapat mewujudkannya dengan baik," kata Siti Nurbaya.

Menurutnya, Program Kaltim Hijau dengan implementasi Green Growth Compact diharapkan dapat memberikan pembelajaran bagi daerah lain di Indonesia untuk meningkatkan keterlibatan para pihak dalam pencapaian tujuan pembangunan hijau demi menyeimbangkan aspek produksi, kelola sosial dan aspek perlindungan ekosistem.

"Untuk itu, mari satukan langkah dan komitmen kita  menuju Kaltim Hijau," tambah Siti Nurbaya.   

Menteri Siti Nurbaya menegaskan, kementeriannya memberikan dukungan dan penghargaan kepada Pemprov Kaltim yang telah memulai program Kaltim Hijau sejak tahun 2010 dan kemudian diperbaharui lagi dengan menguatkan komitmen para pihak untuk mendukung pembangunan hijau pada 29 Mei 2016 dengan melibatkan 19 penandatangan yang terdiri dari para bupati dan walikota, swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan komponen masyarakat lainnya. 

"Saya pelajari file kami di kantor, ternyata Kaltim sudah merintisnya sejak tahun 2010. Saya salut kepada Gubernur Awang Faroek yang tidak hentinya-hentinya mendorong ini. Harapan saya, ini akan membantu negara untuk menghadirkan lingkungan yang baik bagi masyarakat," ucap Siti Nurbaya.

Sementara itu, Gubernur Awang Faroek Ishak mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang telah memberikan dukungan bagi pengembangan GGC di Kaltim. 

Awang menjelaskan bahwa kekayaan sumber daya alam Kaltim terutama sumber daya tambang, minyak dan gas telah sejak lama menjadi penopang utama pembangunan ekonomi bukan saja bagi Kaltim. Tapi, juga bagi kepentingan nasional yang dalam praktik pengelolaannya belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang akhirnya memunculkan berbagai dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. 

Apalagi, tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan secara nyata menjadi penyebab menurunnya tingkat keanekaragaman hayati serta  munculnya berbagai bencana, antara lain banjir, kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor maupun bencana ekologi lainnya.

Termasuk berkurangnya sumber-sumber air bersih di beberapa wilayah di Kaltim.  Berbagai bencana itu tidak saja menimbulkan kerugian besar berupa  kehilangan harta benda melainkan juga menimbulkan korban jiwa. 

"Kondisi itu telah membuat Pemprov Kaltim dan masyarakat Kaltim sangat prihatin dan tidak ingin berpangku tangan. Oleh karena itu, dengan tekad untuk memperbaiki kerusakan lingkungan dan keinginan untuk menjadikan Kaltim sebagai Provinsi Hijau maka pada Februari 2010, Kaltim mendeklarasikan Kaltim Hijau atau Kaltim Green," katanya.

Awang menambahkan bahwa berbagai inisiatif telah dilakukan oleh Pemprov Kaltim maupun melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Dari pelaksanaan berbagai inisiatif itu dirasa sangat penting untuk dihimpun dan dijadikan bekal berharga bagi pengembangan program-program pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup di Kaltim dengan melibatkan lebih banyak pihak yang berkolaborasi. 

"Pengalaman itu bisa menyangkut aspek perencanaan program, kebijakan dan peraturan yang diperlukan, pendanaan, kelembagaan, kemitraan dengan pelaku bisnis dan berbagai elemen masyarakat lainnya," katanya.

Awang berharap, GGC di Kaltim akan berkembang menjadi media atau sarana untuk mempercepat dan memperluas pelaksanaan pembangunan hijau atau pembangunan ramah lingkungan sesuai dengan kebijakan, peraturan, program dan target-target serta tata waktu yang telah digariskan di tingkat provinsi. 

"GGC juga diharapkan dapat mendorong keberhasilan pengimplementasian program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) - Carbon Fund di Kaltim yang akan berlangsung mulai tahun 2018 hingga 2024. Program Carbon Fund yang didanai oleh Bank Dunia itu merupakan program pertama yang diselenggarakan di Indonesia sehingga sukses atau tidaknya bukan hanya akan mempengaruhi nama baik Kaltim, tapi juga Indonesia," sebut Awang.

Lebih lanjut, Awang menyebutkan, pada Annual Meeting Governors’ Climate and Forests Taksforce yang berlangsung di kota Guadalajara, Propinsi Jalisco, Meksiko akhir Agustus lalu, Kaltim terpilih sebagai Chairman GCF untuk periode 2016-2017.

"Dan pada September 2017 mendatang, Kaltim akan menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan Annual Meeting GCF bagi 35 negara bagian dan provinsi dari 10 negara itu," pungkas Awang. (rus/sul/es/humasprov)

Berita Terkait
Government Public Relation