Kalimantan Timur
Menuju Implementasi Pembayaran Penurunan Emisi Karbon FCPF-CF

Foto:syaiful/humaskaltim

SAMARINDA - Pemerintah Indonesia diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menandatangani  perjanjian pembayaran berbasis kinerja program pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan atau Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) bersama Bank Dunia (World Bank).

Hasil negosiasi panjang itu tertuang dalam Kesepakatan Pembayaran Pengurangan Emisi atau Emmision Reduction Payment Agreement (ERPA) yang ditandatangani pada Jumat, 27 November 2020 lalu. Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mewakili Indonesia dan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen mewakili Bank Dunia.

“Kesepakatan ini menurut saya sangat luar biasa. Nilainya pun jarang saya temukan, USD 110 juta atau Rp1,5 triliun untuk program pengurangan emisi 22 juta ton CO2e,” kata Gubernur Kaltim H Isran Noor pada Webinar, Launching dan Talk Show Menuju Implementasi Pembayaran Penurunan Emisi Program FCPF-CF,  Indonesia-World Bank secara virtual dari Ruang Heart of Borneo (HoB) Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (15/12).

Objek kesepakatan ini adalah hutan Kalimantan Timur. Kaltim menjadi satu-satunya provinsi terpilih di Indonesia untuk program penyelamatan hutan dari deforestasi dan degradasi hutan.  Kaltim menjadi pilot project program ini di Indonesia. Peluang besar untuk memperoleh  pembayaran berbasis kinerja hingga USD 110 juta dari negara-negara donor melalui Bank Dunia sebagai kompensasi bila Kaltim mampu mengurangi 22 juta ton emisi gas rumah kaca (GRK) selama lima tahun ke depan.

9cafeb33-ddce-4198-9e25-e3d539ae309e

Pembayaran program FCPF-CF ini akan dilakukan dalam tiga tahap, yakni 2021, 2023 dan 2025. Penyaluran dana karbon akan dilakukan melalui  Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sebelum didistribusikan sesuai program di kementerian dan lembaga, hingga ke daerah penerima manfaat dana karbon tersebut.

“Skema distribusinya masih akan kita cari yang paling bagus, jika dana karbon itu nanti masuk ke Indonesia. Apakah masuk APBD atau di luar namun tetap dalam koridor ketentuan OJK dan ketentuan yang berlaku di Indonesia,” jelas Isran menjawab pertanyaan wartawan usai webinar.

Intinya kata Gubernur, distribusi dana karbon itu tidak sulit dan lebih  cepat bermanfaat, terutama bagi desa/kampung dan entitas lain yang peduli dengan penyelamatan hutan dari deforestasi dan degradasi hutan dan tercatat dalam program FCPF-CF ini.

Menurut Gubernur, program FCPF-CF adalah contoh REDD+ yang menunjukkan apresiasi intenasional terhadap komitmen Indonesia dan Kalimantan Timur dalam upaya penurunan emisi dari sektor kehutanan dan lahan. Karena itu, pendistribusiannya pun harus tepat hingga berdampak lebih besar terhadap upaya-upaya penyelamatan hutan yang lebih baik lagi di masa depan.

Penghitungan manfaat dilakukan oleh Kelompok Kerja Benefit Sharing yang merupakan salah satu bagian dari kelembagaan sub nasional pengelolaan FCPF-CF yang dikoordinatori oleh Biro Ekonomi Setda Provinsi Kaltim.

Para penerima manfaat akan mendapat kucuran dana itu setelah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Timur berdasarkan hasil perhitungan terkait besar emisi yang diturunkan. Proposal itu selanjutnya akan diajukan ke BPDLH untuk mendapat persetujuan dan dicairkan. Gubernur dalam kelembagaan sub nasional ini bertindak selaku Chairman Provincial Steering Committee. 

Dana karbon akan diterima para pihak yang berkinerja menurunkan deforestasi dan degradasi hutan dan masih menjaga dengan baik kawasan berhutan mereka, yakni pemerintah nasional, provinsi dan kabupaten/kota, swasta (perkebunan dan kehutanan), masyarakat desa dan masyarakat adat.

“Terkait dengan penyaluran manfaat ini akan ada monitoring dan evaluasi oleh Pokja BSM dan BPDLH untuk memastikan penyaluran dana karbon ini tepat sasaran,” kata Kepala Biro EKonomi Setda Provinsi Kaltim H Nazrin yang mendampingi Gubernur bersama sejumlah pejabat lainnya.

Manfaat akan diterima setelah proses administrasi dengan BPDLH selesai. Meliputi pembuktian penurunan emisi dan telah dilakukan verifikasi.  

Kriteria penerima manfaat meliputi pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program, pihak yang memiliki hak hukum atas lahan/wilayah yang terkait dengan program, pihak yang selama ini hidup dari atau berada dalam wilayah hutan, serta pihak yang mengeluarkan jasa/biaya dalam pelaksanaan program.

Sedangkan keterlibatan sektor swasta dalam program ini bisa diukur melalui penerapan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan pengelolaan areal bernilai konservasi tinggi untuk sektor perkebunan. Sementara untuk sektor kehutanan bisa diukur dengan pengelolaan hutan produksi lestari dan penerapan pembalakan berdampak rendah atau reduced impact logging (RIL).

Pemprov Kaltim sendiri sudah menyiapkan struktur, mekanisme dan sumber daya pelaksana program yang akan dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi yang akan dibantu 4 Kelompok Kerja (Pokja).   

Gubernur pun mengapresiasi semua pihak yang telah bersungguh-sungguh dengan ketulusan membantu mewujudkan Kalimantan Timur,  Indonesia dan dunia agar tetap hijau.

PHOTO-2020-12-12-21-36-42

Apresiasi yang sama juga disampaikan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen yang juga mengikuti webinar tersebut.

“Terimakasih atas kerja keras masyarakat dan pemerintah sub nasional Kaltim dengan kebijakan yang konsisten untuk tetap menjaga hutan,” puji Satu Kahkonen. 

Dia sangat menghargai upaya Pemerintah Indonesia dan Kalimantan Timur yang telah berkomitmen untuk mengurangi 41% emisi gas rumah kaca pada tahun 2030, serta mempercepat pembangunan berkelanjutan dalam rencana pembangunan nasionalnya. 

“Perjanjian yang sudah ditandatangani akan mendukung pencapaian tujuan nasional yang ambisius ini," sebut Satu.

Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto menegaskan  Kaltim menjadi wilayah yang pertama melaksanakan FCPF-CF. Maka sangat krusial untuk semua pemangku kepentingan dapat mengawal program ini agar berjalan dengan baik.  

“Perlu koordinasi semua pihak. Dan ukuran koordinasi baik itu akan tercermin dari penyaluran dana yang mudah dan lebih gampang. Itu harapan kami, Pak Gubernur,” ucap Djoko Hendratto.

Dana karbon itu nantinya akan terbagi untuk lembaga pemerintah tingkat nasional, provinsi dan kabupaten sebesar 25 persen. Sedangkan entitas pelaku penurunan emisi yang  meliputi masyarakat desa, masyarakat adat, perusahaan perkebunan dan kehutanan, serta pemegang izin perhutanan sosial dan lainnya akan menerima 65 persen.

“Sepuluh persen yang lain akan dialokasikan sebagai penghargaan kepada masyarakat yang secara historis tidak melakukan deforestasi terhadap hutan alam di wilayah mereka,” kata Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim yang juga hadir dalam webinar tersebut.

Kaltim sudah mencanangkan diri menjadi Provinsi Hijau sejak tahun 2010.  Sasarannya adalah meningkatkan indeks kualitas lingkungan hidup, meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan menurunkan produksi emisi gas rumah kaca.

Menurut Daddy, apa yang ingin dicapai Kaltim dalam rencana pembangunan Kaltim Hijau itu menemukan wadahnya dalam FCPF-CF. Sehingga jika Kaltim mampu mengimplementasikan program FCPF-CF ini, maka sama artinya Kaltim sedang melakukan akselerasi bagi percepatan terwujudnya cita-cita Kaltim menuju Provinsi Hijau.

“Mari semua pihak dan semua pemangku kepentingan untuk berintegrasi bersama melaksanakan peran masing-masing demi kesuksesan program FCPF ini,” seru Daddy.

Webinar juga diikuti Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Ruandha Agung Sugardiman, Asisten Ekonomi dan Administrasi Pembangunan Abu Helmi, Kepala Bappeda HM Aswin, dan Kepala DLH Kaltim EA Rafidin Rizal. (samsul arifin/humasprov katlim)

Berita Terkait
Government Public Relation