Pergub Kompensasi Alat Penangkapan Ikan Direvisi
SAMARINDA–Kawasan kelautan dan perikanan Kaltim memiliki potensi sangat besar untuk melakukan kegiatan usaha. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus memberikan jaminan kondusifitas usaha di kawasan laut tersebut dalam bentuk ketentuan yang tegas.
Pemprov Kaltim melalui Dinas Kelautan dan Perikanan melalukan revisi terhadap peraturan gubernur (Pergub) terkait konpensasi atas alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan akibat eksploitasi/eksplorasi minyak dan gas bumi.
Sebelumnya, Pergub Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pedoman Kompensasi Atas Peralatan Perikanan Akibat Eksplorasi/Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi oleh Badan Usaha Milik Negara/BUMD serta Perusahaan/Badan Usaha Swasta/Asing/Investor sudah berlaku.
Namun menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim H Iwan Mulyana, kebijakan ini dirasakan belum efektif bahkan masih memungkinkan terjadi konflik. Sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap Pergub terdahulu.
“Pergub tersebut masih dalam proses revisi,” ujarnya, didampingi Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Pengawasan Sumber Daya Ikan (KP3K dan PSDI) H Mukhransyah.
Pada dasarnya lanjut Iwan, terbitnya Pergub ini merupakan bentuk kepedulian serta keberpihakan Gubernur Awang Faroek Ishak untuk melindungi kegiatan usaha yang dilakukan para nelayan Kaltim di kawasan laut.
Diakuinya, saat ini sering terjadi permasalahan antara nelayan yang memiliki dan menggunakan rumpon (alat penangkapan ikan) dengan kegiatan usaha eksploirasi/eksploitasi minyak dan gas bumi (migas) di kawasan laut.
Sebab, selama ini banyak kawasan telah dilakukan atau diperuntukkan berbagai kegiatan usaha kelautan dan perikanan. “Namun kemudian ada kebijakan pusat menetapkan suatu kawasan laut sebagai wilayah eksplorasi dan eksploitasi migas,” jelasnya.
Sehingga perlu dilakukan pembebasan kawasan khususnya terhadap kegiatan usaha kelautan dan perikanan yang berada di wilayah eksploitasi itu. “Badan usaha atau perusahaan berkewajiban memberikan ganti rugi atas alat bantu penangkapan ikan yang terganggu akibat aktifitas perusahaan di kawasan itu,” ujar Iwan.
Misalnya, alat bantu penangkapan ikan yang biasa masyarakat menyebutnya rumpon dengan harga (nilai) yang telah sesuai kondisi alat yang telah ditetapkan pemerintah melalui verifikasi instansi terkait bersama nelayan dan perusahaan bersangkutan.
Kedepan, setiap nelayan selaku pemilik alat penangkapan ikan berupa rumpon harus memiliki ijin. “Rumpon harus didaftarkan dan mengurus perijinan guna memudahkan verifikasi apabila terjadi permasalahan ganti rugi antara nelayan dengan perusahaan,” tambah Iwan.
Ditambahkan, perusahaan maupun BUMN/BUMD yang akan melakukan eksploirasi dan eksploitasi harus terlebih dulu melakukan sosialisasi. “Sehingga para nelayan tidak melakukan aktifitas di zona eksploitasi migas tersebut,” harap Iwan. (yans/sul/hmsprov)
24 Maret 2015 Jam 00:00:00
Pemerintahan
10 September 2013 Jam 00:00:00
Pemerintahan
15 Mei 2013 Jam 00:00:00
Pemerintahan
13 Februari 2013 Jam 00:00:00
Pemerintahan
28 Januari 2015 Jam 00:00:00
Pemerintahan
30 November 2015 Jam 00:00:00
Pemerintahan
06 Juli 2022 Jam 12:57:10
Wakil Gubernur Kaltim
06 Juli 2022 Jam 12:39:07
Ibu Kota Negara
06 Juli 2022 Jam 12:29:29
Ibu Kota Negara
06 Juli 2022 Jam 12:23:35
Informasi dan Komunikasi
06 Juli 2022 Jam 12:20:41
Ibu Kota Negara
11 September 2019 Jam 23:31:22
Pendidikan
06 Januari 2014 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
08 April 2013 Jam 00:00:00
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
30 Juli 2021 Jam 22:44:50
Sosialisasi Masyarakat
01 November 2016 Jam 00:00:00
Kegiatan Silaturahmi
22 Oktober 2014 Jam 00:00:00
Pemerintahan
04 Juli 2019 Jam 21:32:15
Kunjungan Kerja
19 Mei 2022 Jam 20:00:46
Kegiatan Pemerintah
24 Oktober 2019 Jam 07:55:02
Kegiatan Pemerintah
14 Juni 2014 Jam 00:00:00
Sumber Daya Manusia