SAMARINDA - Mendukung ekonomi masyarakat Kaltim khususnya para petani gaharu, maka diperlukan penerapan inokulasi atau penyuntikan inokulasi yang dilakukan petani pohon penghasil gaharu.
Inokulasi tersebut diperlukan agar para petani memperoleh gubal gaharu lebih cepat dari pada proses alamiah, sehingga dapat dijual lebih cepat. Apalagi, tidak semua pohon penghasil gaharu dapat menghasil gubal gaharu. Karena itu, dengan adanya proses inokulasi yang tercipta melalui rekayasa inovasi, maka pohon penghasil gaharu bisa menghasilkan gubal gaharu.
Harga inokulasi sebesar Rp1 juta per liter. Satu pohon memerlukan sedikitnya tiga liter inokulasi. Memang investasi diawal oleh petani sangat besar, tetapi pemberian inokulasi tersebut hanya dilakukan sekali pada pohon yang diberikan melalui suntik atau ada virus yang dimasukkan dalam pohon tersebut, sehingga bisa menghasilkan gubal gaharu.
“Memang awalnya mahal, tetapi jika pohon gaharu itu jadi, maka berapa kali lipat hasil yang diterima petani gaharu. Setidaknya, ini menumbuhkan ekonomi masyarakat khususnya petani gaharu di Kaltim,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kaltim Dwi Nugroho Hidayanto di Kantor Balitbangda Kaltim, Selasa (8/11).
Tanaman gaharu bisa diberikan setelah berusia lima tahun. Kemudian, proses inokulasi sehingga bisa menjadi gubal gaharu tidak terlalu lama, yakni hanya enam bulan. Kondisi ini karena, para petani bisa lebih mudah mengontrol.
Karena itu, ke depan potensi tanaman gaharu sangat menjanjikan, sehingga diperlukan penerapan inokulasi bagi para petani terhadap tanaman pohon gaharu.
“Saat ini memang Pemprov Kaltim tidak bisa memberikan bantuan untuk inokulasi itu, tetapi kami hanya bisa memberikan pengetahuan, sehingga selanjutnya para petani bisa mengembangkan potensi ini. Dengan begitu, ke depan masyarakat Kaltim tidak lagi berharap pada sumber daya tidak dapat diperbaharui,” jelasnya.
Diketahui, kebutuhan gaharu secara nasional mencapai 1.700 ton per tahun. Dari angka tersebut, Kaltim hanya dapat menyuplai sekitar 500 ton. Sedangkan secara internasional, kebutuhan gaharu adalah mencapai 350.000 ton yang menggambarkan bahwa potensi pasar dari gaharu sangat besar.
Gaharu digunakan untuk bahan parfum, kosmetik, tradisi dan keagamaan (semua agama), obat-obatan, terapi penyembuhan dan spa. Sementara, bibit tanaman penghasil gaharu terbaik yang ada saat ini berasal dari Kaltim dan kini berada di Kaltara dari Malinau yang disebut dengan nama Krisna dan harganya mencapai Rp 425 juta/kg.
Karena itu, baru-baru ini Balitbangda Kaltim juga telah melaksanakan temu lapang dan sosialisasi pengembangan tanaman penghasil gaharu pada kelompok tani bertempat di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara.
Kegiatan tersebut diikuti 30 peserta dari kelompok tani di Samboja, Kutai Kartanegara menghadirkan narasumber Ketua Forum Komunikasi Posyantek Kaltim Achmad Supriyoto. (jay/sul/es/humasprov)
27 Juni 2013 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
27 Agustus 2014 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
10 Juni 2020 Jam 15:35:50
Pertanian dan Ketahanan Pangan
11 April 2016 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
26 Februari 2013 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
25 Juli 2014 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
02 Oktober 2023 Jam 22:37:43
Gubernur Kaltim
02 Oktober 2023 Jam 22:33:50
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur
02 Oktober 2023 Jam 22:31:41
Gubernur Kaltim
02 Oktober 2023 Jam 22:23:12
Gubernur Kaltim
02 Oktober 2023 Jam 22:19:56
Gubernur Kaltim
06 Januari 2014 Jam 00:00:00
Pertanian dan Ketahanan Pangan
14 Maret 2022 Jam 15:54:00
Ibu Kota Negara
08 April 2013 Jam 00:00:00
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
11 September 2019 Jam 23:31:22
Pendidikan
05 Mei 2022 Jam 18:19:59
Ibu Kota Negara
22 Agustus 2016 Jam 00:00:00
Sosial
29 Juni 2018 Jam 19:32:28
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
04 Desember 2013 Jam 00:00:00
Kehutanan
13 Juli 2015 Jam 00:00:00
Pembangunan
16 Februari 2016 Jam 00:00:00
Pendidikan