Kalimantan Timur
Sawit Terserang Hama, Laporkan ke Petugas

* Petani Harus Responsif Terhadap OPT


SAMARINDA – Guna meminimalkan sekaligus antisipasi terhadap serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) perkebunan, maka diharapkan para petani lebih responsif  mengamati perkembangan dan perubahan tanaman mereka.


“Bagi para petani kelapa sawit di manapun berada, apabila menemukan gejala yang tidak wajar dari tanamannya, diharapkan segera melapor kepada petugas pengamat hama dan penyakit tanaman perkebunan maupun penyuluh pertanian lapangan (PPL) setempat,” harap Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Etnawati, Selasa (5/2).


Terutama melaporkan ke Dinas Perkebunan setempat maupun Dinas Perkebunan Kaltim melalui contact person  petugas Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Perlindungan Tanaman (P2T) Perkebunan.


Menurut Etna,  yang paling mengetahui kondisi dan perkembangan tanaman adalah para petani itu sendiri. Apabila menerima laporan maka petugas teknis bisa segera menindak lanjutinya ke lapangan untuk melaksanakan identifikasi serta melakukan tindakan pengendalian.


Diperlukan identifikasi awal dari petani dengan mengenali serangan OPT. Misalnya,  gejala serangan hama Ulat Api yang telah menyerang tanaman sawit milik masyarakat di Kabupaten Paser dan Penajam Paser Utara yang  dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan yang tersisa hanya tulang daunnya.


Serangan Ulat Api  (Setothosea asigna) di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat yang tersisa lidi. Tanaman tidak dapat berproduksi untuk menghasilkan tandan sawit selama 2–3 tahun jika serangan sudah terjadi sangat berat.          

                
Ulat api merupakan salah satu jenis ulat berbahaya pada kelapa sawit. Larvanya berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di punggungnya, panjangnya 30-36 mm dan lebarnya 14 mm.


Telur diletakkan berderet 3-4 baris pada permukaan bawah daun. Seekor larva mampu memakan 300-500 cm daun. Stadia larva lamanya 50 hari dan stadia kepompong 35-40 hari sementara kepompong umumnya berada sedikit di bawah permukaan tanah.


“Populasi kritis 5-10 ekor per pelepah. Pengendalian yang efektif biasanya dilakukan dengan penyemprotan insektisida hayati atau kimiawi. Virus NPV sangat efektif membunuh ulat api ini,” ungkap Etnawati.


Ditambahkannya, untuk melakukan pengendalian OPT maka Disbun melalui UPTD P2T Perkebunan  bekerja sama dengan petugas pengamat hama dan penyakit tanaman perkebunan, penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan petugas Perkebunan Besar Swasta (PBS) serta petani kelapa sawit. (yans/hmsprov)
 

Berita Terkait
Government Public Relation