Kalimantan Timur
Stres

Hidup selalu "dikejar" tuntutan pekerjaan, lalu bagaimana agar bisa berdamai dengan stres?. Penyebabnya adalah ketidakpastian pendapatan, tekanan luar biasa untuk mendapat hasil, dan waktu yang lama dapat membuat pekerjaan ini berisiko tinggi menyebabkan stres," ujar Deborah Legge, PhD, seorang konselor kesehatan mental di Buffalo, New York.


Dampak dari stres tidak hanya mempengaruhi emosi saja, tapi juga kesehatan fisik. Itulah sebabnya, stres sering disebut sebagai the silent killer.Oleh karena itu, bila stres sudah menghampiri, kita perlu mengelolanya agar tidak berakibat negatif. Caranya, menurut Reza, adalah dengan hidup di saat ini.


"Cobalah untuk hidup di sini-kini. Bebaskan diri dari penjara pikiran kenangan dan khayalan, yaitu pikiran akan masa lalu dan kekhawatiran akan masa depan. Yang kita hadapi adalah hari ini, saat ini," kata pendiri True Nature Holistic Healing ini.


Selanjutnya menurut Reza Gunawan banyak faktor yang menyebabkan stres. praktisi penyembuhan holistik, stres sebenarnya disebabkan oleh penyesalan, rasa bersalah, dendam, serta ada rasa tak rela. "Perasaan cemas, ketakutan, serta harapan yang tidak realistis juga menyebabkan kita stres," ujarnya.


Stres di tempat kerja misalnya, merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para pekerja di kota besar. Masyarakat pekerja di kota-kota besar seperti Jakarta sebagian besar merupakan urbanis dan industrialis yang selalu disibukkan dengan deadline penyelesaian tugas, tuntutan peran di tempat kerja yang semakin beragam dan kadang bertentangan satu dengan yang lain, masalah keluarga, beban kerja yang berlebihan, dan masih banyak tantangan lainnya yang membuat stres menjadi suatu faktor yang hampir tidak mungkin untuk dihindari.


Namunn demikian sebenarnta stress dapat dikelola dengan baik karena menurut Reza kemampuan individu dalam menangani stres di tempat kerja berbeda-beda. Dalam menghadapi stressor yang sama, misalnya deadline waktu penyelesaian suatu tugas, tingkat atau konsekuensi stres yang dialami bisa berbeda. Karyawan yang satu bereaksi terhadap stressor tersebut dengan tetap rileks dan fokus.

Sedangkan rekannya terlihat panik dan tegang dalam penyelesaian tugas, serta menjadi mudah marah.


Sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi yang berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja yang yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu. Reza juga mengatakan bahwa ada tiga kelompok utama pemicu stres (biasa disebut stressor) di tempat kerja.


Kelompok pertama adalah faktor pribadi, seperti: keluarga, ekonomi rumahtangga, dan karakteristik kepribadian. Adanya persoalan pada kehidupan pernikahan, perceraian serta anak-anak yang tidak disiplin dan sulit diatur; penghasilan yang kurang mencukupi pemenuhan kebutuhan rumahtangga dan gaya hidup; serta kepribadian yang tertutup, mudah tersinggung, perfeksionis, sangat berorientasi pada waktu dan hasil, merupakan beberapa contoh faktor pribadi yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.


Kelompok kedua adalah faktor organisasi, seperti: pekerjaan, peran, dan dinamika hubungan atau interaksi antar karyawan. Pekerjaan yang bersifat rutin, monoton, membutuhkan kecepatan dalam pengerjaan, dengan ruang atau lokasi kerja yang bising dan panas; tuntutan peran yang tidak jelas atau bertentangan dengan sistem nilai yang dianut; serta hubungan kerja antar rekan yang tidak cocok, apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik mental maupun fisik, merupakan beberapa contoh faktor organisasi yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.


Selain itu juga budaya perusahaan yang sangat menekankan individualisme dan persaingan, struktur organisasi dengan kontrol dan komando yang ketat, kurangnya penguasaan terhadap teknologi yang digunakan, serta perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di dalam perusahaan.


Sedangkan kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, seperti: ekonomi, politik, dan teknologi. Ketidakpastian kondisi politik, krisis ekonomi negara yang berkepanjangan, serta perkembangan teknologi yang mengancam kelangsungan kerja merupakan beberapa contoh faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.


Cobalah untuk menjadi seseorang yang positif dengan menanamkan pada diri bahwa kita dapat mengatasi segala sesuatu dengan baik daripada hanya memikirkan betapa buruknya segala sesuatu yang terjadi.


Kesimpulannya, minimal ada dua pilihan yang dapat diambil dalam menghadapi stres: to fight or flight. melawan atau menghindar.

Pekerja pemenang adalah mereka yang tidak hanya mampu melawan, tetapi juga mampu mengelola stres di tempat kerja dan menjadikannya sebagai suatu tantangan untuk menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.


Mulai sekarang miliki manajemen waktu yang baik. dalam menyelesaikan beban pekerjaan di kantor. Jangan membuang-buang waktu untuk kegiatan yang tidak berguna padahal masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. (Widyaiswara Utama Badan Diklat Prov Kaltim Samarinda)

Dra Hj Ernawaty Sabran MM

Berita Terkait
Government Public Relation