Samarinda – Dunia digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak Indonesia. Namun, di balik kemudahan akses dan hiburan tanpa batas, tersembunyi ancaman serius seperti perundungan siber, eksploitasi seksual, hingga kecanduan media sosial. Menyikapi kondisi ini, Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
Kebijakan ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak-anak. Dalam PP tersebut, sistem elektronik diwajibkan mengadopsi fitur perlindungan anak dan membatasi konten berbahaya yang dapat diakses pengguna di bawah umur.
Mewakili Kepala Diskominfo Kaltim, Pranata Komputer Ahli Muda dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kalimantan Timur, Fahmy Asa, dalam Dialog Publika TVRI Kaltim bertema “Eksploitasi Seksual Anak di Ruang Digital”, Kamis (22/5/2025) menegaskan pentingnya peran regulasi sebagai pagar pelindung anak dari bahaya dunia maya.
Langkah ini lanjutnya diambil bukan tanpa alasan. Data BPS 2024 menyebutkan bahwa 39,71 persen anak usia dini di Indonesia sudah menggunakan telepon seluler, dan 35,57 persen lainnya telah mengakses internet.
Lebih mengkhawatirkan, sebanyak 5,88 persen anak di bawah usia satu tahun tercatat telah menggunakan gawai, dengan 4,33 persen dari mereka mengakses internet. Angka ini melonjak pada kelompok usia 1–4 tahun, di mana 37,02 persen menggunakan telepon seluler dan 33,80 persen telah online. Sementara pada usia 5–6 tahun, pengguna gawai mencapai 58,25 persen, dan 51,19 persen telah aktif mengakses internet.
“Anak-anak kita bahkan belum bisa membaca, tapi sudah bersentuhan dengan dunia maya. Ini membuat mereka sangat rentan terhadap konten negatif dan predator digital,” tambahnya.
Ancaman ini semakin nyata saat National Center for Missing & Exploited Children melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat keempat dunia dalam kasus pornografi digital anak, dan peringkat kedua di kawasan ASEAN. Fakta ini menjadi pemicu langsung bagi Presiden Prabowo untuk menginstruksikan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI menerbitkan PP khusus untuk perlindungan anak di ruang digital.
Namun, di tengah kondisi yang mencemaskan tersebut, ia mengungkapkan bahwa hingga kini belum ditemukan kasus kekerasan seksual terhadap anak di ruang digital di wilayah Kaltim.
“Alhamdulillah, Kaltim masih aman dari kasus-kasus eksploitasi seksual anak secara daring. Ini juga berkat peran aktif Diskominfo Kaltim yang terus melakukan pemantauan dan edukasi,”tambah Fahmi.
Selain itu, Kaltim juga patut berbangga karena dalam beberapa tahun terakhir, indeks literasi digitalnya selalu berada di posisi tiga besar secara nasional, melampaui rata-rata nasional. Tingkat literasi digital yang tinggi menjadi modal penting dalam membentengi anak-anak dari bahaya ruang digital.
“Literasi digital inilah yang kita butuhkan, agar masyarakat tahu bagaimana membatasi interaksi anak di dunia maya dan bisa mengenali potensi ancaman sejak dini,” pungkas Fahmy.
Pihaknya berharap hadirnya PP Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, diharapkan semua pihak baik pemerintah, penyedia platform digital, orang tua, hingga masyarakat umum dapat bersinergi menciptakan ruang digital yang sehat dan aman bagi generasi penerus bangsa. (rey/pt)