Samarinda – Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim). Meski begitu, tren kasus DBD di provinsi ini menunjukkan penurunan signifikan dalam dua tahun terakhir.
“Kesadaran masyarakat sangat penting dalam mencegah penyebaran DBD. Mari bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap bersih, menghindari genangan air, dan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami demam yang tidak biasa,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, Jaya Mualimin saat menjadi pembicara terkait waspada demam berdarah Dengue, secara virtual, Jum’at (10/10/2025).
Menurutnya, langkah paling efektif untuk mencegah penyebaran DBD adalah dengan menerapkan gerakan 3M Plus, yakni menguras tempat penampungan air, menutup rapat wadah air, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air, serta menambah tindakan plus seperti menjaga kebersihan lingkungan, mengubur barang bekas, dan membakar sampah yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Setelah pandemi COVID-19 usai, kasus DBD sempat meningkat tajam hingga mencapai 6.000 kasus dalam setahun. Namun berkat upaya pencegahan dan inovasi penanganan, angka tersebut terus menurun.
Pada tahun 2023, tercatat 45 kasus kematian akibat DBD, sementara hingga September 2025, jumlahnya menurun drastis menjadi 11 kasus.
Meski begitu, beberapa daerah masih menjadi fokus perhatian karena tingginya jumlah kasus. Kota Balikpapan menjadi penyumbang terbanyak dengan 987 kasus, disusul Kutai Kartanegara (689 kasus), dan Samarinda (544 kasus), Kutai Timur (400 Kasus), Bontang (287), Paser (272 kasus), PPU ( 174 kasus), Kubar (166 kasus), Berau (51 kasus) dan Mahakam Ulu (8 kasus)
Adapun sebaran kematian akibat DBD lebih merata, masing-masing dua kasus tercatat di Kutai Barat dan Kutai Timur, sedangkan sisanya terjadi di Paser, Bontang, Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Berau, Samarinda, serta Balikpapan.
Kaltim tergolong daerah endemik karena memiliki iklim tropis dengan pola hujan yang tidak menentu. Kondisi ini sangat ideal bagi perkembangan nyamuk Aedes aegypti, yang mampu terbang sejauh 100–200 meter dari tempat berkembang biaknya.
Analisis Dinkes menunjukkan bahwa sebagian besar kasus DBD terjadi pada anak-anak usia sekolah di bawah 14 tahun. Karena itu, pihaknya menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah dasar untuk melakukan edukasi dan pemeriksaan dini.
“Kami mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan, baik rumah sakit maupun puskesmas, untuk menyediakan tes cepat DBD. Hasilnya bisa diketahui dalam waktu 15 menit agar penanganan bisa dilakukan sedini mungkin,” ujar Jaya
Dinkes Kaltim mengingatkan, sarang nyamuk umumnya ditemukan di wadah-wadah air tergenang seperti botol bekas, kaleng, pot bunga, dan tempat minum hewan. Karena itu, masyarakat diminta rutin melakukan pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan masing-masing.
“Nyamuk ada di sekitar kita, tapi dengan menjaga kebersihan lingkungan, mereka tidak akan berkembang biak. Mari bersama wujudkan Kaltim bebas DBD,” tutup Jaya (Prb/ty).