Samarinda – Pembangunan nasional yang berkeadilan tidak akan tercapai tanpa adanya keseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, pembangunan berperspektif gender menjadi strategi penting untuk memastikan setiap kebijakan, program, hingga kegiatan pemerintah benar-benar memberikan manfaat yang setara bagi seluruh warga.
Pembangunan gender menuntut agar seluruh tahapan mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga pengawasan memiliki perspektif gender yang kuat.
Hal ini menjadi semakin penting ketika melihat kondisi Kalimantan Timur berdasarkan data semester I tahun 2025 BPS mencatat jumlah penduduk Kaltim mencapai 4.161.756 jiwa, terdiri dari 2.167.946 laki-laki dan 2.003.810 perempuan.
“Namun, berbagai indeks yang diterbitkan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kesenjangan gender masih cukup lebar,”ungkap Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan DPPA Kaltim Fahmi Rozano, pada Koordinasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan PUG dengan tema Mewujudkan Pembangunan Berkeadilan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran di Inspektorat Kaltim, Rabu (3/12/2025).
Fahmi menuturkan Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kaltim masih berada di peringkat 35 dari 38 provinsi, sejajar dengan provinsi-provinsi di Papua. Sementara Indeks Ketimpangan Gender (IKG) berada di peringkat 17 dari 38 provinsi, dan pada 2024 posisinya masih berada di bawah rata-rata nasional.
“Padahal, secara prinsip, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pembangunan, baik pendidikan, kesehatan, pekerjaan, maupun sektor lainnya,”tuturnya.
Pada 2024, IKG Kaltim tercatat di atas rata-rata nasional, padahal idealnya indeks ini berada di bawah rata-rata nasional sebagai tanda rendahnya ketimpangan gender. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kaltim masih harus bekerja keras dalam mengurangi ketimpangan gender di berbagai sektor, terutama pendidikan, ekonomi, kesempatan kerja, kesehatan, serta partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
Meski demikian, terdapat capaian positif. Keterwakilan perempuan di jabatan struktural eselon I, II, dan III di lingkungan pemerintah disebut mencapai 63 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa perempuan telah diberi ruang lebih besar untuk menyuarakan hak dan memperjuangkan kesempatan mereka dalam ranah birokrasi.
Keberhasilan pembangunan gender sangat ditentukan oleh perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG). Namun efektivitasnya baru dapat tercapai apabila setiap perangkat daerah memahami dan menerapkan prinsip-prinsipnya dengan benar.
“Bapak dan Ibu adalah aktor utama. Setiap perangkat daerah harus mampu mengidentifikasi isu gender, memasukkan kebutuhan laki-laki dan perempuan ke dalam dokumen perencanaan, mengalokasikan anggaran secara adil, hingga memastikan manfaat pembangunan dirasakan merata,”ujar Fahmi
Penerapan PPRG bukanlah menambah program baru, melainkan memperbaiki cara merencanakan pembangunan agar lebih tepat sasaran dan memberikan dampak nyata bagi seluruh masyarakat, tanpa kecuali.
Kegiatan dihadir Perangkat Daerah dengan menghadirkan narasumber dari BPSDM Kaltim. (Prb/ty)
foto : teguh